Adakah Cinta Seperti Cinta Romeo dan Juliet?

Staking Anchors in Relationships

Beberapa waktu yang lalu seorang teman bertanya apa pendapat saya tentang cinta Romeo dan Juliet. Apakah itu cinta sejati? Apakah ada cinta seperti itu (saya tidak mengerti apa maksudnya ‘seperti itu’)? Saya tidak menyahut, hanya menggelengkan kepala. Dan saya sendiri tidak yakin apa arti dari gelengan kepala saya itu…apakah saya tidak punya jawabannya ataukah saya berpendapat tidak ada cinta seperti itu dalam kehidupan nyata.

            Pertanyaan ini kembali muncul ke permukaan di bulan di mana hari ke-14-nya dirayakan sebagai hari kasih sayang…hm. Saya mulai berpikir alangkah menariknya melakukan sedikit ‘riset’. Barangkali akan berguna untuk menjawab banyak pertanyaan yang tidak saja berhubungan dengan hal-hal romantik melainkan juga relasi antar manusia.
            Dr. Helen E. Fisher, seorang profesor di Rutgers University melakukan penilitian 30 tahun terakhir ini untuk mencari tahu mengapa manusia saling jatuh cinta dan apa yang terjadi di dalam otak ketika seseorang sedang jatuh cinta. Sesungguhnya Fisher merupakan akademisi satu-satunya yang melakukan penelitian mengenai jatuh cinta. Dalam bukunya Why We Love; The Nature And Chemistry of Romantic Love (2004) ia mengemukan bahwa dalam hal menemukan pasangan hidup yang sesuai melibatkan tiga bagian penting dari sistem otak/neuro; yaitu:
1.      Libido atau dorongan sex.
2.      Attraction (ketertarikan) yang menimbulkan perasaan romantis mendalam pada tahap awal.
3.      Attachment (keterikatan/ketergantungan) kesatuan perasaan yang mendalam pada hubungan jangka panjang dengan pasangan.
Secara sederhana teori yang dikemukan Fisher dapat digambarkan seperti berikut ini; seseorang dapat saja tertarik pada seseorang lainnya secara seksual. Dengan kata lain ia ingin berhubungan seks dengan orang lainnya itu semata-mata disebabkan dorongan birahi. Sedang terhadap yang lainnya ia merasakan perasaan romantisme yang dalam pada pandangan pertama. Ketertarikan—baik dorongan birahi maupun romantisme dapat berlanjut ke tahap perasaan keterikatan mendalam dalam hubungan jangka panjang.
            Penelitian yang dilakukan Fisher dan rekan-rekannya di antaranya dengan  menempatkan 49 pria dan wanita ke dalam mesin pemindai otak (MRI) untuk mempelajari sirkuit otak cinta romantis: 17 yang baru saja jatuh jatuh cinta, 15 yang baru saja diputus/dicampakkan pasangannya dan 17 yang mengaku bahwa mereka masih jatuh cinta setelah  menikah 21 tahun lamanya. Sebagai antropolog, Fisher juga mempelajari berbagai karya sastra (puisi, novel, mitologi, cerita rakyat) dari seantero dunia dan ia menyampaikan ide pokoknya bahwa cinta romantis merupakan dorongan yang lebih kuat dibandingkan dorongan seksual. Jika seseorang meminta orang lainnya untuk berhubungan seks dan orang itu menolak, ia tidak akan bunuh diri atau bahkan merasa depresi. Tetapi cinta romantis yang ditolak dapat menimbulkan penderitaan dan bahkan depresi.
            Apa yang sebenarnya terjadi pada otak manusia ketika sedang jatuh cinta? Dari indikator pemindai otak Fisher menyimpulkan bahwa otak melepaskan hormon dopamine yang efeknya (seperti orang yang sedang fly obat bius/narkotika—istilah kita—Indonesia—mabuk kepayang. Dopamine menyebabkan orang tersebut tidak dapat melupakan dengan seluruh perhatiannya terfokus pada subjek cintanya. Aktivitas pada bagian lateral orbitofrontal cortex orang yang sedang jatuh cinta romantis hampir sama dengan aktivitas otak orang yang sedang berada di meja judi dengan taruhan besar dan belum tahu apakah akan menang atau kalah. Selain perasaan tegang karena belum pasti juga dikuasai perasaan ingin memiliki. Fisher dan kawan-kawan menjabarkan secara behavior orang yang sedang jatuh cinta adalah obssesive/compulsive dan kemarahan—ketidaksabaran—terkendali. Dalam kondisi seperti ini orang rela mengorbankan apa saja untuk mendapatkan balasan cintanya sebab otaknya mengenalinya sebagai reward (piala kemenagan). Jika kehilangan orang yang dicintainya—setelah mendapatkan balasan cinta, ia tidak ingin lagi hidup. Nah, bagi Anda yang pernah mengalami jatuh cinta romantis, Anda tentu tahu apa yang dibicarakan Fisher dkk. Dengan demikian saya tidak perlu lagi memaksa diri mempelajari seluruh isi buku Fisher di atas.
Lukisan Cat Minyak
oleh Ford Madoxx (1870)
Mari kita bandingkan penjelasan di atas dengan keadaan Romeo dan Juliet. Fisher sesungguhnya menyebutkan hampir semua kebudayaan di atas bumi ini memiliki kisah cinta seperti itu. Tragedi terjadi ketika pasangan yang sedang kasmaran dipisahkan secara paksa. Perlu diketahui bahwa drama Romeo dan Juliet bukanlah karangan Shakespeare meskipun merupakan drama yang ditulis diawal karirnya. Kisah Romeo dan Juliet berasal dari tradisi (dituturkan turun-menurun) Italia. Arthur Brooke membukukan tradisi lisan tersebut pada tahun 1562 dengan judul The Tragical History of Romeus and Juliet. Dua puluh tahun kemudian (1582) William Painter menuliskannya dalam bentuk prosa berjudul Palace of Pleasure. Shakespeare meminjam dari kedua karya antik ini untuk menulis dramanya.
            Anda pasti tahu kisah Romeo dan Juliet dan saya tidak akan berpanjang lebar. Jika Anda ingin membaca play selengkapnya, ini dia link-nya: http://shakespeare.mit.edu/romeo_juliet/full.html. Dalam tulisan ini saya ingin fokus pada tema pokok yaitu bagaimana menjaga hubungan kasih-sayang setelah fase romantisme. Ringkasan drama ini adalah sebagai berikut ini. Di Verono, Italia keluarga Montague (keluarga Romeo) dan Capulet (keluarga Juliet) adalah musuh bebuyutan. Hampir setiap hari bila anggota kedua keluarga ini bertemu, perkelahian pasti berlangsung. Pangeran dari Verono kemudian turun tangan untuk menengahi. Ia mengeluarkan ancaman akan menghukum berat pihak yang melakukan pelanggaran terhadap perjanjian ‘gencatan senjata’. Tak lama sesudahnya Count Paris melamar Juliet kepada Capulet. Capulet keberatan sebab putrinya baru berumur 13 tahun. Ia meminta Count Paris menunggu dua tahun lagi. Capulet lalu mengundang Paris menghadiri pesta dansa di wismanya. Lady Capulet dan pengasuh Juliet berusaha membujuk gadis remaja itu agar menerima lamaran Paris.
            Pada saat itu Romeo sedang mengalami depresi akibat cintanya kepada Rosaline, salah-satu keponakan Capulet tak tersampaikan. Melihat keadaan sepupu mereka Benvolio dan Mercutio menganjurkannya hadir di pesta dansa keluarga Capulet supaya bisa bertemu dengan gadis impiannya. Tak disangka Romeo justru melihat Juliet dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Jantungnya berdebar kencang, ia mabuk kepayang. Ia harus merengkuh gadis itu dan mendapatkan balasan cintanya. Ia tidak sabar seperti penjudi yang sudah memasang taruhan sangat besar di atas meja dan menunggu bandar membuka penutup kotak dadunya. Mendapatkan gadis itu sebagai kekasihnya adalah hadiah terbesar yang diinginkannya saat itu. Ia menolak ajakan pulang Benvolio dan Mercutio. Katanya: “Dapatkah aku pergi sementara hatiku di sini?”
Can I go forward when my heart is here?
Turn back, dull earth, and find thy centre out.
Dan Romeo memanjat pagar, masuk ke dalam kebun Capulet, di bawah jendela kamar tidur Juliet.
            Oh…rupanya Romeo tidak bertepuk sebelah tangan. Juliet pun sedang jatuh cinta kepadanya. Ia bersumpah akan mencintai Romeo Montague, tak peduli Romeo itu putra musuh keluarganya.

O Romeo, Romeo! Wherefore art thou Romeo?
Deny thy father and refuse thy name;
Or, if thou wilt not, be but sworn my love
And I'll no longer be a Capulet
            
            Singkat cerita pasangan yang kasmaran itu memutuskan untuk kawin lari keesokannya harinya. Friar Laurence setuju untuk memberikan berkatnya, sebab ia berharap permusuhan turun-temurun antara Capulet dan Montague dapat diakhirnya melalui persatuan anak-anak mereka.
            Tybalt, sepupu Juliet tidak puas dengan larangan pamannya mengusir Romeo dari pesta dansa kemudian menantang duel. Namun Romeo yang mempertimbangkan Tybalt sebagai keluarganya sekarang menolaknya. Tybalt berhasil memanas-manasi Mercution, lagi pula, Mercutio  merasa perbuatan Romeo sungguh-sungguh memalukan keluarga Montague kemudian menerima tantangan duel atas nama Romeo. Dalam pertarungan tersebut Mercutio luka parah sehingga Romeo terpaksa turun tangan dengan maksud melerai pertarungan tetapi apa mau dikata Tybalt terbunuh. Pangeran Verono lalu mengusir Romeo dan menetapkan bahwa jika Romeo berani menampakkan diri di Verona, maka itu akan merupakan saat terakhir hidupnya. Romeo bermalam di kamar Juliet dan melaksanakan malam pengantin mereka. Setelah Romeo pergi, Capulet memutuskan untuk menikahkannya dengan Count Paris sambil mengancam tidak akan mengakuinya sebagai anak jika ia menolak. Ketika Juliet memohon kepada ibunya agar hari pernikahan dimundurkan, Lady Capulet menolak.
            Juliet datang menemui Friar Laurence untuk meminta bantuan. Friar Laurence lalu memberinya sejenis obat yang akan membuatnya tertidur dalam keadaan koma untuk ‘dua dan empat puluh jam’ lamanya. Friar Laurence berjanji akan mengirimkan pesan kepada Romeo di tempat persembunyiannya agar nantinya ia dapat berada di samping Juliet pada saat tersadar. Juliet meminum obat itu di malam pernikahannya dengan Count Paris. Ketika ditemukan dalam keadaan seperti mati, ia dibaringkan di kuburan keluarga Capulet.
            Celakanya orang yang disuruh Friar Laurence menyampai surat kepada Romeo didahului oleh Balthasar, pelayan Romeo. Balthasar yang tidak mengetahui rencana dan perbuatan Friar Laurence menyampaikan kabar ‘kematian’ Juliet. Romeo yang patah hati membeli racun dari suatu toko obat kemudian pergi ke kuburan keluarga Capulet. Di sana ia bertemu dengan Paris yang datang untuk berkabung. Mengira Romeo sebagai kriminal Paris menyerangnya. Dalam pertarungan itu Romeo berhasil membunuh Paris. Masih meyakini kalau kekasihnya telah mati, ia meneguk racun yang dibelinya.
Pada saat Juliet tersadar ia menemukan Romeo telah mati lalu membunuh diri dengan pisau Romeo. Ketika anggota keluarga Capulet, Count Paris dan Pangeran Verona datang untuk berkabung mereka menemukan ketiga mayat itu. Tragedi ini akhirnya merekonsiliasi keluarga Montague dan Capulet, mengakhir permusuhan selama ratusan tahun.
***

Anda pernah jatuh cinta kepada pasangan Anda seperti Romeo atau Juliet? Apakah Anda masih jatuh cinta saat ini? Sayangnya, seperti halnya mabuk apapun, mabuk kepayang dapat berakhir secepat mulainya. Sebagian orang (termasuk sukarelawan yang diteliti Fishers dan kawan-kawannya) ada yang masih terus jatuh cinta selama 21 tahun pernikahan. Tetapi sebagian besar “tersadar dari mabuk kepayang” karena benturan dan hantaman berbagai urusan kehidupan. Bagaikan pepatah mengatakan: makan tuh cinta…ternyata cinta saja tak cukup. Sebenarnya mana yang lebih penting cinta romantis atau rapport yang terus-menerus terbangun?
            Seandainya pernikahan Romeo dan Juliet berjalan lancar, apakah mereka akan terus-menerus saling jatuh cinta? Saya tidak tahu. Satu hal yang pasti adalah bahwa pada saat seseorang sedang kasmaran, ia sebenarnya tidak berpikir melainkan dikuasai perasaannya dan memproyeksi sifat-sifat pasangan yang diidealkannya. Dengan begitu semakin lama bersama-sama semakin banyak deviasi antara pasangan ideal dengan karakter sesungguhnya dari sang pasangan.
            Selain itu setiap orang akan mengalami perubahan dan bila pasangan berubah ke arah yang berbeda jauh, misalnya yang satu karirnya lebih maju dibandingkan yang lainnya, maka perbedaan-perbedaan akan semakin tajam. Yang satu akan memandang lainnya dan berkata dalam hati atau tidak jarang diteriakkan: “Kau tidak seperti yang aku kenal dulu!”
            Bagaimana mempertahankan hubungan hingga mencapai 50 tahun atau bahkan lebih? Seorang rekan saya memberi komentar di wall Facebook saya: “…Usaha pikiran dan tindakan.” Tanpa maksud mengajari, saya ingin menerjemahkan USAHA yang dimaksud ke dalam beberapa langkah—yang dapat ditindaki.
·      Staking possitive anchors; menumpuk memori-memori positive. Bila Anda sudah lama menikah atau hidup bersama, barangkali Anda telah melewatkan banyak kesempatan mengumpulkan pengalaman-pengalaman positf—menyenangkan. Namun, tidak perlu khawatir, otak manusia mampu melakukan perjalanan tapak tilas ke masa lampau. Ingatlah kembali saat-saat Anda jatuh cinta pada pasangan Anda. Apa yang Anda lihat, dengar dan rasakan. Hidupkan kembali pengalaman-pengalaman tersebut senyata mungkin. Lalu tempelkan telapak tangan kanan Anda di atas dada sebelah kiri, dan iringi dengan suatu ucapan atau nyanyian, contoh: “Aku akan selalu mencintai…(nama) seperti saat pertama kita bertemu pandang.” Tambahkan lebih banyak pengalaman-pengalaman menyenangkan ke dalam kontainer memori Anda. Pada saat Anda merasa marah/kesal hati terhadap pasangan Anda, tarik nafas panjang-panjang, tempelkan telapak kanan Anda di atas dada kiri dan ucapkan atau lantunkan kalimat cinta Anda.
·     Bicarakan ketidaksetujuan Anda berdua secara dewasa. Jangan mengelak dan menarik diri di tengah pertengkaran. Pasangan yang bertengkar lebih langgeng dibandingkan pasangan yang menarik diri. Sebab bagaimana pun pertengkaran merupakan salah-satu bentuk komunikasi sepanjang orang tidak dikuasai oleh emosi pertengkaran menjadi perdebatan dan jalan menemukan solusi. Bila pasangan Anda terlalu marah pada saat itu, katakan bahwa Anda ingin keluar sebentar untuk menenangkan diri dan akan membicarakan persoalan yang dihadapi nanti.
·    Kompromi dalam batas yang wajar itu baik, misalnya ketika persepsi Anda berubah tentang pasangan Anda—dia tidak seperti dulu ketika pertama kali bertemu—ingatlah bahwa mungkin Anda yang berubah. Apakah benar pasangan Anda sudah tidak layak dijadikan pasangan hidup?
·      Jadilah pendengar yang baik. Kefektifan komunikasi bukan pesan yang disampaikan melainkan respon yang kita dapatkan dari pihak lainnya. Selalu bertanya kepada diri sendiri apakah Anda sudah mendengarkan dengan baik?
·  Apakah Anda telah berhasil membuat pasangan Anda memahami Anda? Apakah Anda memahami perasaan Anda sendiri? Apakah Anda memberikan 'acknowledgement' kepada pasangan (bukan sekedar pujian)? Apakah Anda sungguh-sungguh menyesal ketika meminta maaf, bukan menggombal? 
·       Jangan sekali-kali menyerang level identitas pasangan Anda, misalnya mengatakan: “Kamu ini pemalas!” padahal pesan yang ingin Anda sampaikan adalah perilaku pasangan Anda. Atau: “Kamu ini sama saja dengan ibumu, nyinyir,” padahal Anda dapat memberitahukan pasangan Anda bahwa Anda merasa terganggu ketika ia mengomeli anak-anak dengan “salad words” dan menasihatinya untuk “to the point” supaya tidak membingungkan.
·   Gunakan “I language” supaya perasaan Anda dipahami. Sebagai contoh: Pasangan Anda selalu terlambat memenuhi janji, Anda dapat mengatakan: “Sayang, aku merasa terabaikan setiap kali terlambat dijemput.” Kalimat “I language” juga membantu kita menghindari menyerangi level identitas (orangnya).
·    Jangan berharap otak pasangan Anda akan terus-menerus memproduksi dopamine. Fase itu telah lama berakhir, ingat pasangan Anda telah mendapatkan Anda sebagai reward. Hal terpenting sekarang adalah apakah relasi ini membuat Anda berdua terus bertumbuh? Apakah Anda berdua saling melengkapi dan saling mendukung dalam pertumbuhan? Jika tidak…tindakan apa yang terbaik?
Mudah-mudahan tulisan ini menjadi bahan renungan setidaknya menghibur. 

Comments

Post a Comment