Mengapa Anda Perlu Atau Tidak Perlu Berhutang?


Disclammer! 

Tulisan ini bukan iklan kartu kredit atau penawaran hutang! Selama ini sudah banyak pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab membagikannya di situs atau blog mereka sendiri, seolah-olah mereka menyukainya padahal menebengkan tawaran berhutang. Jangan percaya itu. Silakan menghubungi saya melalui email erni.julia@gmail.com jika ingin mendapatkan kejelasan dan konsultasi mengelola kartu kredit atau masalah keuangan lainnya.


Berapa persen bunga pinjaman/kredit yang harus Anda bayar jika Anda meminjam uang dari bank (apalagi renternir alias lintah darat)? Hati-hati angka yang disebutkan bisa jadi bukan angka yang harus Anda bayar kemudian. Contoh: sebuah bank menawarkan kredit dana siap pakai di mana nasabah kartu kredit dapat menarik tunai hingga Rp 30 juta. Bunganya sangat bagus—itu kata mereka—0,55% perbulan flat. Dan periode minimum yang ditawarkan—sekali lagi kata mereka—sangat fleksibel 18 bulan. Tahukah Anda berapa persen bunga deposito atau tabungan saat ini? Sekitar 6-7% per tahun atau 0,5% - 0,58% per bulan.
            Berapa persen pertahun bunga kredit di atas sebenarnya? Mari kita gunakan simulasi dengan menggunakan pokok pinjaman yang mudah dihitung, Rp 27 juta. Cara menghitungnya sebagai berikut: Rp 27.000.000 x 0,55% x 18 bulan = Rp 2.673.000.  Angsuran pokok ditambah bunga perbulan adalah (Rp 27.000.000+Rp 2.673.000) : 18 bulan = Rp 1.648.500.

            Jika Anda dapat memanfaatkan Rp 27.000.000 dan selama 18 bulan menghasilkan jumlah di atas Rp 1.648.500, maka tidak ada salahnya Anda memanfaatkan fasilitas ini. Jika sebaliknya Anda gunakan untuk membeli barang konsumtif, maka pinjaman ini bukan lagi fasilitas tetapi jeratan hutang.
            Pertanyaannya tentunya; mengapa bank menawarkan fasilitas ini kepada nasabah dan seolah-olah bank tidak mendapatkan apa-apa?
            Sejak 5 tahun terakhir ini beberapa bank besar kelebihan likuiditas, artinya tabungan-tabungan yang diterima dari nasabah tidak tersalurkan. Apakah ini indikasi bahwa orang-orang Indonesia rajin menabung dan juga bertambah banyak orang kaya? Belum tentu juga. Bisa saja sebaliknya merupakan indikasi negatif, yakni mandegnya sektor riil. Seandainya kelebihan dana perbankan dapat disalurkan ke sektor riil, tambahan lapangan pekerjaan akan tercipta, sementara barang-barang produksi dari sektor riil (notabene dunia usaha) dapat dibeli oleh orang-orang yang menerima bunga dari tabungan.
            Namun keadaan di Indonesia terbalik. Sektor perbankan memiliki kelebihan likuiditas, sementara sektor riil (dunia usaha) tidak banyak yang meminjam untuk modal kerja, maka mau tidak mau perbankan harus memikirkan cara menyalurkannya agar supaya tidak usah membayar biaya bunga. Maka yang disasar adalah perorangan.
            Secara nasional dampak jangka pendek cukup bagus, berhubung meningkatnya konsumerisme—untuk sementara waktu—dapat memicu pertumbuhan bruto nasional. Namun untuk jangka panjang dapat memanaskan ekonomi sehingga terjadi inflasi. Belum lagi disebut meningkatnya impor barang-barang konsumsi berarti membocorkan cadangan devisi secara non-produktif.
            Berbicara dari sisi individu adalah tujuan utama tulisan ini dan pesan yang ingin disampaikan adalah "menyikapi tawaran kredit secara cerdas". Bagaimana caranya?
            Anda punya kartu kredit dan masih ada saja bank yang menawarkannya? Ya, salah-satu cara bank menyalur dana nasabah yang terkumpul adalah melalui kartu kredit. Bank mempermudah proses aplikasi kartu kredit dan target mereka menerbitkan kartu sebanyak-banyaknya. Dua puluh hingga 15 tahun silam jika kita ingin mengajukan aplikasi kartu kredit, dibutuhkan surat keterangan dari perusahaan, slip gaji, salinan rekening tabungan dan sebagainya. Tetapi sekarang, cukup fotokopi KTP dan kartu kredit lain yang sudah dimiliki, beres. Sebulan kemudian sudah dapat kartu kreditnya, tidak tanggung-tanggung seperti 15-20 tahun silam itu, langsung Gold atau Platinum (walaupun Platinum, limitnya umumnya Gold).
            Bank kemudian "mendorong" pemegang kartu kredit untuk terus menggeseknya di merchants mereka. Caranya dengan menawarkan fasilitas cicilan 6-12 bulan bunga 0%. Baikkah niatnya bank penerbit kartu kredit itu? Tergantung, tetapi ini murni bisnis, jadi tidak usah menilai baik atau buruk. Hanya Anda perlu sadari bahwa fasilitas ini diberikan hanya untuk membeli barang-barang konsumtif  mewah seperti gajet mewah, komputer laptop, alat-alat fitnes dan sebagainya, tidak pernah untuk membeli barang-barang yang betul-betul diperlukan.
            Bila belum maksimal juga cara di atas, maka bank penerbit kartu kredit menciptakan cara lain menggiring nasabah untuk tidak melunaskan pemakaian sekaligus pada saat jatuh tempo. Caranya dengan mengijinkan pemegang kartu "hanya membayar 10% saja”. Sebagian orang lalai merasa mendapatkan fasilitas hanya untuk kemudian menyadari lehernya sudah terjerat tali.
            Jika Anda memiliki kartu kredit boleh digunakan, namun hanya dengan ketentuan-ketentuan berikut ini: Pelajari tanggal cetak tagihan, tanggal jatuh temponya. Sebagai contoh salah-satu kartu kredit saya tanggal cetak 14 April 2013 yang mencakup transaksi mulai tanggal 15 Maret 2013 hingga 13 April 2013. Tanggal jatuh temponya adalah 6 Mei 2013. Seandainya saya bertransaksi di merchant A tanggal 15 Maret 2013 sebesar Rp 10 juta dan itu satu-satunya transaksi yang saya lakukan, maka pada 6 Mei 2013 saya "boleh" hanya membayar Rp 1.000.000. Fasilitas yang bagus? Sekilas ya. Tetapi jika "fasilitas" tsb saya terima, maka bukanlah manfaat yang saya peroleh, melainkan posisi berhutang.  Bulan berikutnya saya akan menerima tagihan bunga sebesar Rp 10.000.000 x 2.95% x 31 hari (15 Maret s/d 14 April + 1 ) x 12 dibagi 365 = Rp 300.658. Shoot? Ya, bunga dihitung dari jumlah transaksi. Pembayaran minimum hanya untuk mencegah pengenaan biaya keterlambatan pembayaran.
Shopacholic dapat diatasi dengan teknik-teknik NLP.
            Walaupun saya sudah berkali-kali menulis akan saya ulangi lagi” Jangan menggunakan kartu kredit Anda jika tahu pada saat tanggal jatuh tempo Anda tidak bisa melunasinya—100 persen. Tetapi kartu kredit dapat Anda manfaatkan sebagai pengganti uang tunai, jadi tidak perlu membawa uang bergepok-gepok. Anda juga dapat memanfaatkan kartu kredit jika ada pengeluaran mendadak, misalnya berobat di rumah sakit yang akan diklaim ke asuransi kesehatan nantinya. Sementara menunggu klaim asuransi, Anda tidak perlu pusing mendapatkan dana tunai.
            Jika Anda benar-benar terjepit, maka bank penerbit biasanya menawarkan fasilitas cicilan. Menggunakan contoh di atas, seandainya sebelum tanggal cetak tagihan saya mengajukan permohonan mencicil tagihan yang Rp 10 juta selama setahun, bank akan dengan senang hati memberikannya dengan bunga 1% per bulan,  lebih ringan daripada 2,95%. Namun yang sering saya rasakan mengganggu adalah kegetolan bank menawarkan fasilitas ini kepada nasabah-nasabah yang tidak membutuhkan.  
            Punya kartu kredit? Tidak perlu digunting. Tangan Anda sering menggunakannya? Tidak perlu memotong tangan tersebut. Anda hanya perlu belajar mengatur pengeluaran. Jika Anda menderita shopaholic, hubungan saya.