Tips Mengelola Uang Gaji

Perilaku Boros dan Perilaku Hemat
Besar pasak daripada tiang.
Andy dan Ahkmad sama-sama bekerja pada sebuah biro akuntansi internasional ternama. Andy adalah manager audit yang menerima gaji dan paket remunerasi yang berkisar antara Rp 50 juta hingga Rp 75 juta perbulan. Sedangkan Akhmad adalah office boy yang menerima UMR, uang makan dan transportasi serta uang lembur yang berkisar antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta.
         Andy tinggal di apartemen mewah tak jauh dari kantor mereka di daerah Sudirman, Jakarta. Setiap hari ia datang ke tempat kerja dengan mengendarai mobil SUV-nya yang mentereng. Pakaiannya selalu rapi dan indah keluaran butik-butik terkenal. Jika tidak sedang berdinas ke luar kota atau ketika pekerjaannya tidak terlalu banyak, ia akan makan siang di restoran-restoran mewah di sekitar daerah CBD Sudirman, tetapi kalau sedang sibuk sekali, ia akan menyuruh Akhmad untuk membelikan nasi padang kesukaannya. Setelah membelikan nasi padang, Akhmad pun tak lupa membuatkan kopi dengan takaran yang pas buat Andy. Untuk pelayanan yang baik itu, Andy tak segan-segan memberikan tip besar—minimal Rp 20 ribu kepada Akhmad.
      Akhmad tinggal di pinggiran kota Bekasi bersama neneknya yang sudah tua. Setiap pagi, seusai sholat subuh ia mengajuh sepedanya menembus udara pagi yang masih segar menuju stasiun KRL. Setelah menitipkan sepedanya, ia menumpang kereta  yang berangkat pukul 6.30 pagi menuju stasiun Gambir. Ia berangkat lebih pagi untuk berjaga-jaga kalau KRL terlambat dari jadwal atau kemungkinan halangan lain. Setibanya di Gambir, ia berganti kendaraan bis metro mini dan jalan kaki. Sebenarnya tidak selalu mudah bagi Akhmad untuk mempertahankan gaya hidup sederhana di tengah lingkungan eksekutif kelas atas. Ketika sedang membelikan makan siang buat para pegawai kantor, tidak sekali dua kali ia tergoda untuk membeli sepotong ayam atau daging rendang yang kelihatan demikian lezat itu, tetapi niat itu selalu ditahannya, akhirnya dengan penuh syukur ia menikmati ransum yang dibawa dari rumah.
      Setiap Jumat malam, Andy nongkrong di café-café menjalankan ritual “malam sosialisasi” golongan atas kota metropolitan. Sementara itu Akhmad berkumpul bersama pemuda mesjid di desanya, mengaji atau menyimak ceramah agama. Setiap hari Sabtu Andy bermain tenis di country club, sedangkan Akhmad melewati hari libur dengan memancing ikan. Dua minggu sekali, Andy menikmati perawatan wajah dan kuku-kukunya, sedangkan Akhmad selalu memanfaatkan libur Minggu untuk memperbaiki ini itu di rumahnya.
         Pola-pola kehidupan Andy dan Akhmad terus bergulir seakan tanpa awal dan akhir untuk beberapa tahun lamanya, dan tidak mengundang perhatian hingga akhir-akhir ini. Sikap Andy menjadi aneh! Ia menjadi kagetan dan senyum metroseksualnya jarang menghiasi wajahnya lagi. Ia sering datang ke kantor pagi-pagi dan pulang malam-malam. Jika ada telepon masuk mencarinya, ia menjadi panik dan selalu bertanya terlebih dahulu siapa yang menelepon sebelum ia bersedia menerimanya. Dan kebanyakan yang menelepon adalah penagih utang dari bank dan perusahaan pembiayaan, mulai dari pembiayaan kendaraan bermotor hingga kartu kredit.
         Tak tahu lagi ke mana harus berpaling karena semua teman-temannya berusaha menjauhi atau menghindar setelah beberapa kali memberikan “bantuan”, suatu malam Andy mendekati Akhmad yang sedang membereskan pantry sebelum pulang. “Mobilku sudah disita, hutang kartu kredit menumpuk dan tidak ada seorang pun yang mau memberikan bantuan, aku benar-benar kacau! Mana sewa apartemen sudah jatuh tempo lagi! Oh…aku benar-benar di neraka!”
         Akhmad memandang Andy dengan senyum polosnya. Tanpa diduga dari mulutnya mengalir keluar nasihat yang sederhana tetapi jitu. “Sewa apartemen kan mahal, jadi sebaiknya Mas Andy kos saja. Cari kos yang dekat dengan kantor, kan Mas Andy sudah tidak punya mobil. Langkah selanjutnya temui bank dan lembaga keuangan itu untuk membicarakan keringanan atau perpanjangan masa pelunasan hutang-hutang Mas Andy ke mereka. “
        Lama setelah Akhmad selesai berbicara, Andy masih menatapnya dengan rahang bawah tergantung seakan terlepas tulang engselnya. Sungguh ia tak menyangka dari orang sesederhana Akhmad meluncur nasihat yang jitu. “Ya! Ya! Kamu benar! Tapi mana yang harus aku lakukan terlebih dahulu?” Tanyanya setelah pulih kesadarannya.
         “Cari kos.” Sahut Akhmad, “nanti aku bantu deh.”
         Berkat bantuan Akhmad akhirnya Andy mendapatkan tempat kos dengan uang sewa Rp 4 juta perbulan, atau seperlima uang sewa apartemennya. Namun ketika induk semangnya meminta ia membayar uang sewa satu bulan di muka, ia pun gelagapan.
         “Jangan khwatir! Aku akan meminjamkannya.”
      Sejenak Andy tak tahu harus mengatakan apa. Akhmad menawarkan pinjaman untuk uang kosnya? Sungguh luar biasa!        Sebelum Akhmad berpamit untuk pulang, ia berkata kepada Andy yang sejak tadi berdiam diri. “Mungkin Mas Andy tidak habis pikir bagaimana seorang yang berpenghasilan kecil seperti aku dapat memberikan pinjaman kepada Mas Andy? Ya, sebenarnya bukan berapa besar penghasilan kita, tapi bagaimana kita mengaturnya. Bagi aku menabung itu mutlak. Harus. Minimal aku menyisihkan sepuluh persen gajiku setiap bulan, kalau memungkinkan harus dua puluh atau tiga puluh persen. Sedikit demi sedikit lama-lama kan menjadi bukit, kata nenekku selalu.”
TTT
Kisah di atas merupakan kisah nyata yang benar-benar terjadi belum lama berselang. Sungguh merupakan suatu contoh yang baik dan jelas. Bukan berapa besar penghasilan yang dapat kita kumpulkan, tetapi perilaku (behavior) kita dalam mengelola keuangan yang menentukan. Saya percaya jika kita masing-masing mau membuka mata, contoh kasus seperti Andy akan banyak kita jumpai, namun yang penting adalah bagaimana kita dapat terhindar menjadi Andy-andy lainnya.

Berikut ini merupakan langkah-langkah yang akan disarankan oleh penasihat keuangan manapun dan dapat diaplikasikan oleh setiap karyawan—eksekutif maupun OB dan buruh:
  1. Setiap kali menerima penghasilan—berapapun jumlah, segera sisihkan minimal 10 persen dan dimasukkan ke rekening yang dikhususkan untuk tujuan ini.
  2. Bila terlanjur berhutang untuk tujuan konsumtif, segera hentikan kebiasaan ini dan mulailah mencicil hutang Anda.
  3. Bila berhutang untuk tujuan lain seperti kredit pemilikan rumah, kredit pembelian kendaraan bermotor dan sebagainya, jumlah angsuran/cicilannya jangan sampai melebihi 30 persen dari penghasilan.
  4. Analisa pengeluaran Anda, dan untuk setiap transaksi yang cukup signifikan, tanyakan pada diri sendiri apakah dapat ditiadakan? Bila tidak dapat ditiadakan apakah dapat diturunkan atau ditunda?
  5. Miliki tabungan emergensi yang nilainya sama dengan minimal 6 bulan dan sebaiknya 12 bulan kebutuhan konsumsi Anda. Dana ini hanya untuk dimanfaatkan dalam keadaan emergensi, misalnya karena sakit untuk sementara waktu tidak bisa bekerja, dipecat dan sebagainya.
  6. Jangan tergiur berinvestasi yang return/hasilnya fantastik. Ingat, semakin tinggi return semakin tinggi pula resikonya.
  7. Jika terlibat hutang dan Anda tidak mampu melunasinya, lakukan negosiasi dan jadwal ulang pembayarannya, atau meminjam dari sumber dengan bunga lebih rendah untuk membayar hutang yang bunganya tinggi.

Comments