The
Structure of Magic Volume II
A Book
About Communication & Change
Part
I—Representational Systems—Other Maps For The Same Territory
Orang sering malas membaca kata pengantar (introduction)
dari suatu buku, padadal banyak penulis justru menuliskan pokok pembahasan yang
membukakan jalan pemahaman bagi pembaca,
demikian pula yang dilakukan Bandler dan Grinder. Pada bagian pengantar mereka
mengingatkan tentang topik yang sudah dibahas dalam volume I adalah penggunaan
bahasa untuk terapi. Pada volume II mereka mulai dengan membuka cakrawala
pemahaman tentang map (peta) yang bukan territory (wilayah) “the map is not the
territory.”
Pada bagian ini
pula, penulis memaparkan secara panjang lebar kelima inderawi—representational
system, visual, auditory, kinesthetic, olfactory dan gustatory. Dengan indera
penglihatan, pendengaran dan perasaan manusia menerima aliran informasi dari
wilayah tanpa henti.
Informasi yang
diterima oleh salah-satu kanal input dapat direpresentasikan dalam peta yang
berbeda. Misalnya, saat ini Anda mungkin mendengar suara-suara di sekeliling
Anda (suara dengung AC, suara kendaraan yang melintas di depan rumah, suara
anak-anak bermain dan sebagainya), Anda mampu memunculkan imaji (visual) dari
suara-suara.
Membaca The Structure of Magic I ?
Membaca The Structure of Magic I ?
Representational
Systems
Selain kelima inderawi yang dimiliki, manusia juga menggunakan sistem linguistik untuk merepresentasikan hal-hal yang dialaminya. Setiap pengalaman yang tertangkap oleh kanal-kanal representasi kita tersimpan dan membentuk suatu peta yang berhubungan langsung dengan kanal penerima. Peta-peta tersebut kemudian dapat dimunculkan kembali. Misalnya dengan mata tertutup kita dapat membayangkan wajah orang yang kita kenal, merasakan sensasi pada tubuh, mendengarkan kembali suara-suara dan membayangkan bebauan bunga serta mengeluarkan air liur ketika melihat gambar sebuah jeruk lemon. Sebenarnya ketika menghidupkan kembali suatu pengalaman orang tidak hanya menggunakan salah-satu atau satu persatu kanal representasi (indera), melainkan secara bersamaan—secara digital.
Ketika seseorang
ingin mendeskripsikan pengalaman yang berhubungan dengan visual ia akan memilih
kata-kata visual representational systems, seperti:
hitam…jelas…spiral…imaji
Jika seseorang ingin mendeskripsikan sesuatu yang
berhubungan dengan auditory system, ia akan memilih kata-kata seperti:
berdenting—sunyi—jeritan—ledakan
Maka dengan menggunakan sistem linguistik kita dapat
mempresentasikan pengalaman-pengalaman kita dengan representational systems
manapun, kita menciptakan peta dari dunia kita.
Walaupun pada
dasarnya setiap orang dapat menggunakan semua kanal sisem representasi dengan
baik, namun orang cenderung lebih sering menggunakan kanal tertentu. Misalnya
ada yang sangat mudah membayangkan wajah sahabat karibnya sementara kesulitan
mengingat bau bunga mawar. Ada yang lebih mudah merepresentasikan kembali pengalaman
mendengar sebuah musik dan dapat menikmatinya dibandingkan mengingat wajah
orang terdekatnya. Orang tertentu dapat membedakan bau tembakau dan menentukan
kualitasnya.
Identifying The Most Highly Valued Representational
Systems
Dalam buku ini, Bandler dan Grinder sepertinya hanya menganjurkan cara tunggal mengidentifikasi sistem representasi yang paling penting—paling sering digunakan—, yaitu dengan menangkap predicates yang digunakan klien ketika sedang mempresentasikan pengalamannya. Orang akan memilih kata-kata yang menurutnya (unconscious) paling tepat mempresentasikan pengalaman-pengalamannya kepada orang lain.
Predicates adalah kata-kata yang
digunakan untuk mendeskripsikan bagian dari pengalaman yang ada hubungannya
dengan proses-proses mendeskripsikan hubungan-hubungannya. Predicates dapat berupa kata kerja, kata sifat dan kata keterangan.
Penulis memberi contoh dalam kalimat:
She saw the purple pajamas clearly
untuk memperjelas maksud dari pada predicates.
Untuk mendukung
penjelasan, penulis menggunakan beberapa contoh dan latihan-latihan yang
kemudian menjadi nyata bahwa, mengamati bahasa tubuh juga dibutuhkan, terutama
bila predicates yang digunakan klien bias.
Saya kutipkan
dan terjemahkan latihan “mengidentifikasi predicates orang tertentu. Di sini
penulis meminta kita memiih seseorang sebagai objek pengamatan. Setelah
berhasil mengidentifikasi sistem representasinya, tanyakan kepadanya bagaimana
ia mengornisasi atau mengatur pengalamannya.
Jika sistem
representasinya adalah visual, ajukan pertanyaan berikut ini:
Apakah kamu membuat gambar-gambar dalam
kepalamu?
Apakah kamu membayangkan imaji visual
ketika sedang berbicara dan mendengarkan saya?
Dapatkah kamu melihat apa yang saya
katakan?
Jika sistem
representasinya adalah auditory, ajukan pertanyaan berikut ini:
Apakah kamu mendengar suara-suara dalam
kepalamu?
Apakah kamu dapat mendengar kata-kata saya
dalam kepalamu?
Jika sistem
representasinya adalah kinesthetic, ajukan pertanyaan berikut ini:
Apakah kamu merasakan apa yang kamu katakan?
Apakah kamu tersentuh dengan perkataan
saya?
Output Channels
Manusia bukan hanya mengorganisir pengalaman-pengalaman
dengan kanal sistem representasi yang berbeda, demikian pula halnya ketika mengomunikasikannya
kepada ‘dunia luar.’
NLP terapi
mendasarkan pada pendekatan ini untuk membangun hubungan dengan klien. Dalam
istilahnya kedua penulis: speaking the client’s language. Dan seperti kita
ketahui pula buku ini merupakan tesis dari kegiatan modeling beberapa terapis
hebat. Setelah mengobservasi apa yang dilakukan para terapis, Bandler dan
Grinder mengaplikasikan teknik terapis pada sekelompok sukarelawan. Beberapa
teknik NLP (waktu itu belum diberi nama NLP) langsung diparktekkan di tempat. Teknik-teknik
itu berdasarkan pada:
-
Matching predicates
-
Meta-Tactics—Matching or not matching predicates.
-
Swicthing Representational Systems
-
Adding Representatinal Systems
Di kemudian hari Grinder dan Bandler menggambarkan dalam
berbagai kesempatan berbeda atau buku berbeda, ketakjuban mereka terhadap
betapa cepatnya perubahan dapat terjadi. Secara mendadak, Bandler mendapatkan
ide memindahkan sakit kepala seorang peserta trainig terapis ke atas sebuah
kursi kosong sementara ia membimbing klien melakukan perubahan dari kanal
sistem representasi yang satu ke lainnya.
Part II
Incongruenty—The
task of the people helpers
Pada bagian ini kedua penulis membahas dan memberikan
pemahaman kepada terapis tentang pentingnya keselarasan (congruenty) antara
kata-kata yang diucapkan dengan ‘kata-kata’ yang diekspresikan dengan bahasa
tubuh. Orang yang tidak kongruen akan mengatakan ‘suka’ dengan mimik dan bahasa
tubuh sedang tertekan, benci dan sebagainya. Bisa pula mengatakan ‘ya’ tapi
tanpa sadar menggelengkan kepala atau sebaliknya.
Tugas terapis
adalah menggunakan keterampilannya untuk membantu klien menyelaraskan antara
bahasa tubuh dengan bahasa verbal melalui petunjuk mengalihkan ke kanal-kanal
sistem representasi yang betul.
Pada bagian ini
penulis secara tidak langsung mengkritik terapis yang malah terbawa oleh
kondisi incongruenty kliennya.
Akibatnya suatu proses menjadi bertele-tele dan tidak efektif. Selain itu kedua
penulis juga mengingatkan kemungkinan seorang terapis hanya menebak-nebak,
halusinasi bahwa, apa yang diamatinya itu adalah yang sesuai dengan petanya
sendiri. Untuk itu dalam Meta Model mereka telah menyediakan suatu pengaman di
mana klien sendiri yang menggeneralisasi kemudian terapis bisa mengecek apakah
intuisi atau tebakannya tepat.
Cara lain yang
bisa diperbuat terapis adalah meminta klien menyatakan apa yang dibawanya dalam
kata-kata, dengan kata lain beralih dari kanal sistem representasi kinesthetic
ke auditory.
Selanjutnya
kedua penulis membahas secara panjang lebar sebagai analisa dan pembanding
terhadap pemikiran Gregory Bateson tentang ‘Theory of Logical Types’. Seperti
dapat kita refer pada buku Steps to An Ecology of Mind’ Bateson melihat
tindakan komunikasi sebagai dua bagian yang saling memengaruhi, yakni content
(isi dari pesan) dan hubungannya (all analogical message). Bandler dan Grinder
kemudian mengklasifikasikan dan memperbandingkan pendekatan mereka sendiri
dengan pendekatan Bateson sebagai berikut:
Bateson
Hubungan di antara pesan-pesan:
Gerakan tubuh yang kaku-kaku
Nafas yang tipis dan pendek
Tangan kiri menunjuk
Telapak tangan kanan terbuka menghadap ke atas
Nada bicara yang kasar, tidak ramah dan tajam serta
berbicara terburu-buru.
Isi pesan —> kata-kata yang diucapkan: “I do everything
I can to help her. I love her so very much.”
Grinder & Bandler
Pesan A — postur tubuh
Pesan B — gerakan tubuh
Pesan C — gestur
Pesan D — gestur
Pesan E — nada suara
Pesan F — Kecepatan bicara
Pesan G — representasi bahasa: “I do everything I can to
help her. I love her so very much.”
Dalam penjelasan selanjutnya kedua penulis memberikan
contoh-contoh bagaimana seorang terapis dapat membantu kliennya juga dirinya
untuk memahami meta message (pesan yang terkandung dalam pesan lain). Jika
klien berkata: “I feel angry with my job.” (Pesan B) Terapis merespon: “How do
you feel about feeling angry?”
Respon klien
berikutnya merupakan pesan yang sesungguhnya ingin dikemukakan: “I feel
frightened about feeling angry about my job.” (Pesan A)
Penulis mengakui
bahwa, metode yang mereka gunakan memampukan terapis mengecek ketidakselarasan
(incongruity) di antara berlapis-lapis pesan. Selain itu metode ini
memperlakukan semua pesan adalah sama—tidak ada pesan yang lebih betul, lebih
penting. Setiap pesan merepresentasikan ‘model of the world’—bagaimana klien
memersepsi dunia. Jika terjadi incongruenty dan pesan yang satu tidak selaras
dengan pesan lainnya bukan berarti pesan yang satu tidak benar sedangkan yang
lainnya betul, namun keduanya sesungguhnya mewakili bagian-bagian sistem
representasi klien. Demikian pula halnya pesan-pesan yang selaras antara satu
dengan lainnya mempresentasikan bagian-bagian yang selaras satu sama lain,
tidak ada yang lebih selaras dibandingkan lainnya.
Akan sulit pula
mengidentifikasi apakah tangan kiri yang menunjuk-nunjuk mewakili pesan
tertentu yang ingin disampaikan ataukah pesan selanjutnya merupakan pesan yang
mendukung pesan itu. Untuk menyederhanakan, kedua penulis tiba pada klasifikasi:
paramessages — messages berada di level logikal yang sama. Dalam setiap kasus
perlu pula diamati apakah incongruenty terjadi terus menerus atau hanya
sekali-sekali.
Tentang
meta-messages, penulis menegaskan bahwa, untuk melabel pesan-pesan tertentu (A)
sebagai meta dari pesan-pesan lainnya (B) perlu memenuhi syarat:
-
Pesan-pesan A dan B menggunakan sistem
representational yang sama (menggunaka kanal output yang sama).
-
Pesan A adalah pesan dari pada pesan B.
Cara memahami
penjelasan-penjelasan berikutnya adalah memperhatikan contoh berikut ini:
Seorang klien melukiskan perasaannya tentang pekerjaannya
dengan suara rendah mendekati gumaman dan nada pahit. “Aku mulai menyukai
pkerjaanku.” Ia mengepalkan kedua tangannya, awalnya terangkat, dan sesaat
kemudian kepalan kirinya jatuh pada sandaran tangan kursinya. Terapisnya
memilih menggunakan metacomment.
“Saya mendengar anda mengatakan bahwa
sesungguhnya anda mulai menyukai pekerjaan ini, dan ketika anda mengatakannya
saya menyadari (atau memperhatikan) dua hal lain yang berbeda; nada suara anda
tidak menunjukkan bahwa anda menyukai pekerjaan anda, dan anda menaikkan kedua
kepalan tangan dan memukul lengan kursi dengan kepalan kirimu.”
Pada contoh di
atas, terapis menerjemahkan nada suara klien ke dalam kalimat: nada suara anda tidak menunjukkan bahwa anda
menyukai pekerjaan anda.
Dan menerjemahkan gerakan tubuh atau bahasa tubuh klien ke
dalam kalimat: anda menaikkan kedua
kepalan tangan dan memukul lengan kursi dengan kepalan kirimu.” Teknik yang
digunakan terapis sebenarnya adalah Meta-Tactics (Switching Representational
System).
Comments
Post a Comment