Pandai Tidak Selalu Berpangkal Rajin

Masih ingat peribahasa "Rajin pangkal pandai"?

Peribahasa di atas tentu saja mengandung kebenaran dan tentu saja kebenaran yang dialami oleh segelintir manusia di masa-masa sulit. Mulai dari zaman feodalisme, penjajahan, hingga masa-masa perjuangan kemerdekaan RI.

Pada masa-masa seperti itu rajin adalah satu-satunya sikap perilaku yang diketahui oleh sebagian besar orang yang ingin pandai. Ingin pandai menyetir mobil seseorang harus magang dengan yang punya mobil (dan biasanya langka masa itu, jadi empunya mobil boleh sombong).

Ingin pandai menjahit harus magang pada tukang jahit yang sudah punya nama atau berpengalaman. Si pemagang akan mulai —dengan rajin belajar, mulai dari memasang kancing, mengunting ujung-ujung benang hingga menyeterika. Setelah rajin bertahun-tahun barulah ia bisa diberikan kesempatan mengoperasikan mesin jahit manual.

Ingin pandai memasak, orang harus magang sebagai tukang cuci piring di rumah makan. Setelah rajin bertahun-tahun mungkin ia baru bisa memasak dengan bumbu yang diracik secara rahasia oleh kepala tukang masak yang notabene menguasai keterampilan tersebut setelah rajin berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Apa bedanya dengan keadaan sekarang?

Perkembangan neuroscience dan terungkapnya cara-cara kerja otak manusia yang menakjubkan menyingkirkan “rajin” posisinya sebagai cara tunggal menjadi pandai.  Cara radikal untuk menjadi pandai—bidang apapun telah diketemukan. Pandai tidak selalu berpangkal rajin. Keterampilan yang baru dikuasai setelah berpraktek 10,000 jam dapat dikuasai beberapa menit hanya dengan mengubah sistem keyakinan kita.

Cara kerjanya pun sangat mudah; semudah kita melamun.
Pertama: mengubah persepsi bahwa kita bisa menguasai keterampilan apapun yang kita sukai atau kita inginkan. Jika ada manusia lain di dunia ini mampu melakukannya, maka kita pun pasti bisa melakukannya.

Kedua: Membentuk keyakinan bahwa keterampilan tersebut bermanfaat dan berarti untuk kita lakukan serta penting bagi kita. Keyakinan ini akan memberi kita motivasi untuk melakukannya dan membangkitkan kepercayaan diri.

Ketiga: Mengenalkan rangkaian prosedur perilaku kepada tubuh (fisiologi).

Keempat: Membayangkan atau membentuk gambar/imaji-imaji mental seperti kita sedang menyaksikan seseorang yang mirip kita sedang melakukan keterampilan tersebut.

Kelima: Edit dan perbaiki setiap perilaku yang kurang tepat.

Keenam: Bayangkan menjalani peran atau melakukannya. Ulangi hingga terbentuk sinaps dalam otak (bersambungnya neuron-neuron dari berbagai bagian otak).

Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui teknik menjadi pandai seperti yang dijelaskan di atas. Bagi sebagian orang yang kebetulan bersentuhan dengan pengetahuan ini bersikap acuh tak acuh, skeptis dan menolak untuk mengubah persepsi atau keyakinan lama.

Pada beberapa kesempatan ketika saya berusaha mengenalkan cara menjadi pandai model ini, beberapa orang menolak mentah-mentah. Salah-satu contohnya adalah pengalaman saya ketika berniat membantu seorang teman (sebut saja Adrian) yang akan mengikuti lomba public speaking.

Saya menjelaskan langkah-langkah di atas dan Adrian cukup termotivasi untuk mendapatkan coaching langsung dan gratis dari saya. Tetapi kemudian seorang teman lain (sebut saja Raymond) menghentikan niat Adrian.

"Adrian, kamu tidak bisa memenangkan lomba public speaking ini hanya mengandalkan rasa percaya diri dan bermain-main dengan otak. Public speaking adalah keterampilan, dan setiap keterampilan hanya bisa dikuasai dengan rajin berlatih. Peserta-peserta dari negara jiran hebat-hebat semua, kamu harus terus mengingat itu, berlatihlah terus, aku akan mendukung dengan mengumpulkan  audiens dan memberikan evaluasi-evaluasi. Tidak ada cara lain untuk menyempurnakan keterampilan selain berlatih hingga 10,000 jam seperti kata Malcom Gladwell." Demikian kata Raymond.

Saya tidak ingin berargumen dengan Raymond mengingat dia merupakan salah-satu sponsor dana bagi Adrian. Selanjutnya saya tidak tahu berapa kali Adrian rajin berlatih di depan audiens yang dikumpulkan Raymond mengingat Adrian bekerja dan tentunya sulit baginya untuk mengejawantahkan ide Malcom Gladwell. Yang saya tahu kemudian adalah Adrian tidak meraih gelar apapun.

Perhatian kemudian saya alihkan untuk mengikuti perkembangan Raymond di bidang public speaking.
Saya menyaksikan presentasi Raymond pertama kalinya sekitar 5 tahun silam.  Konten atau isi pembicaraannya sebenarnya sudah bagus karena sebagai orang yang rajin ia mempersiapkannya dengan baik—menghafal, rajin berlatih berkali-kali sebelum tampil walaupun penampilan itu sendiri hanyalah bagian dari berlatih. Lagi pula di klub public speaking kami setiap orang bebas melakukan kesalahan. Tidak ada orang yang akan mengkritik apalagi menertawakan selain memberikan evaluasi dan dorongan. Asal rajin berlatih, dan rajin menghadiri pertemuan serta tampil berbicara seseorang bisa menyelesaikan lebih dari 10 manual-manual dalam waktu cukup singkat.

Setelah 5 tahun rajin berlatih dan tampil tentu saja Raymond mencapai kemajuan. Saya sendiri karena berbagai kesibukan sempat absen hampir 2 tahun lamanya dan pada saat saya bergabung kembali dengan klub kami saya sempat menyaksikan kemajuan yang dicapai Raymond. Ia menyampaikan presentasi 10 kali lebih lancar dibandingkan terakhir kali saya menyaksikan presentasinya sekitar 18 bulan silam. Sedangkan 18 bulan silam dia sudah 100 kali lebih lancar dibanding pertama kali saya menyaksikannya. Tetapi apakah Raymond sudah benar-benar menguasai keterampilan berbicara di depan publik ataukah kelancarannya disebabkan ia telah rajin berlatih sebelum tampil?

Saya lebih condong menduga—seperti keyakinannya: Rajin pangkal pandai, sesungguhnya Raymond hanya menguasai keterampilan pada level perilaku saja. Ia belum sepenuhnya percaya diri. Saya juga berhipotesis bahwa Raymond masih dikuasai limiting beliefs (keyakinan-keyakinan yang melemahkan) seperti:
  • Tidak ada yang mudah di dunia ini, semuanya harus dicapai dengan kerja keras.
  •  Otak perlu dilatih terus-menerus misalnya dengan menghafal pidato yang akan disampaikan.
  • Orang lain lebih pandai dari saya, sebab mereka lebih muda, pergi ke sekolah yang lebih baik dan saya tidak mungkin melampaui mereka.  
Hipotesis saya terbukti beberapa minggu kemudian. Dalam suatu acara di mana saya juga hadir Raymond didaulat untuk menyampaikan pidato sebab ia presiden dari suatu klub public speaking. Raymond tidak dapat menolak dan tanpa persiapan, pria yang menganut falsafah ‘rajin pangkal pandai’ ini grogi dan berbicara terbata-bata seperti belum pernah berbicara di depan umum. Akhirnya ia hanya mampu menyelesaikan beberapa potong kalimat yang tidak sempurna lalu buru-buru turun dari mimbar. 

Seandainya Raymond bersedia mengubah persepsi dan mengubah limiting beliefs dengan empowering beliefs, digabung dengan sifat-sifat positifnya: Rajin, tekun dan suka bekerja keras, kepercayaan dirinya akan tumbuh subur. Dengan kepercayaan diri yang tinggi dan pengalaman 5 tahun, semestinya Raymond dapat berpidato dengan baik, di mana pun, kapan saja.  Sayang sekali, bukan?

Demi membantu Anda mengubah persepsi dan mengganti limiting beliefs dengan empowering beliefs itu pula saya berusaha menulis beberapa buku dan menyelenggarakan pelatihan di antaranya NLP~Essentials, NLP Practitioner Certification dengan menggunakan pendekatan neurolinguistic programming (NLP). Selain itu juga mengajarkan kepada Anda teknik-teknik untuk mengoperasikan otak Anda yang menakjubkan ini.  Ya, benar sekali! Buku panduan untuk mengoperasikan otak kita. Seperti kata Richard Bandler, salah-satu pencipta NLP: “Kita semua terlahir dengan sebuah bio-cumputer yang luar biasa, sayangnya tidak disertai buku panduannya sehingga banyak orang tidak bisa mengoperasikannya dengan benar dan memanfaatkannya untuk hasil yang maksimal.”

Comments