Untuk
sementara mari kita terima terlebih dahulu, bahwa definisi omzet—menurut KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia), adalah jumlah uang hasil penjualan barang (dagangan)
tertentu selama suatu masa jual.
Menurut
hemat saya, penjualan seharusnya tidak terbatas pada barang (dagangan) saja,
melainkan juga harus dimasukkan penjualan jasa. Sebagai contoh: Sonny seorang
penulis bebas mendapatkan omzet Rp 500 ribu selama bulan Mei.
Di
beberapa artikel yang dapat ditemukan di Internet, saya membaca dengan kening
berkerut, bahwa omzet adalah kata lain dari pendapatan bruto (kotor). Jika omzet adalah jumlah uang hasil penjualan
(KBBI), maka sebenarnya omzet lebih tepat disebut pendapatan dari penjualan tunai, dan dengan demikian penjualan
secara kredit tidak termasuk omzet, sebab belum menerima uang dari kegiatan
bisnis yang dilakukan.
Sedangkan
pendapatan bruto (kotor) adalah semua penerimaan dari penjualan—baik tunai
maupun kredit, dan dari penjualan barang ataupun jasa setelah dikurangi harga
pokok penjualan (HPP) atau dalam bahasa Inggris disebut cost of goods sold
(COGS). Jadi omzet jelas bukan pendapatan bruto!
Sebelum
saya jelaskan lebih lanjut, terlebih dahulu saya ingin mengimbau teman-teman
calon pengusaha untuk tidak terpukau dengan kata omzet. Bilamana teman-teman
mendapatkan penawaran membeli suatu waralaba, misalnya. Penawar mungkin saja
berusaha menarik perhatian Anda dengan kalimat: "Dapatkan omzet puluhan
juta hanya dengan modal Rp 5 juta", jangan langsung berpendapat bahwa
bisnis tersebut pasti menguntungkan. Cek terlebih dahulu beberapa faktor
penting:
1. Secara
spesifik berapa omzet (uang yang diterima) dalam jangka waktu satu tahun, 6
bulan, 3 bulan atau setiap bulan?
2. Setiap
omzet (uang yang diterima) berapa biaya (HPP) yang harus dikeluarkan?
3. Apa
yang Anda terima dari lima juta rupiah yang dibayarkan kepada prinsipal? Apakah
hanya sistem dan ijinnya? Apakah sudah termasuk fasilitas? Barang dagangan dan
sebagainya? Berapa lama Anda diijinkan menggunakan fasilitas-fasilitas
tersebut? Berapa biaya perpanjangannya bila ada?
SEBAIKNYA TIDAK LAGI MENGGUNAKAN ISTILAH
OMZET
Sebagai
praktisi akuntansi dan manajemen keuangan, saya sudah lama sekali tidak pernah
mendengar apalagi menggunakan istilah omzet. Kata ini sering saya dengar lagi sejak
3 tahun yang silam ketika mulai bergiat sebagai business coach bagi UKM di
samping kegiatan utama sebagai TACS: trainer,
author, coach dan speaker.
Salah
satu klien saya melakukan usaha jual beli hasil pertanian. Mereka mengumpulkan
berbagai hasil pertanian dan memasokkannya pada berbagai supermarket dan rumah
makan. Permintaan pertama mereka kepada saya adalah: Tolong Coach Erni bantu
kami meningkatkan omzet.
Pemahaman
saya adalah UD ini ingin meningkatkan penjualan tunai, suatu hal yang tidak
mungkin dicapai dengan satu gebrakan. Sebab penjualan ke semua jaringan
supermarket dan restoran adalah penjualan kredit dengan termin jatuh tempo
45-60 hari. Naiknya omzet tidak akan langsung memengaruhi arus kas masuk malah
akan menderaskan arus kas keluar sebab UD ini harus membayar tunai kepada
sebagian besar petani, sedangkan sebagian kecil dengan termin kredit jauh lebih
pendek dengan dibandingkan termin penjualan kredit. Guna menutup jurang antara
derasnya kas keluar dengan seretnya kas masuk, UD menggunakan fasilitas kredit
perbankan yang tentu saja dengan biaya bunga yang tidak sedikit dan harus
dikelola dengan hati-hati supaya perusahan mendapatkan keuntungan.
Sewaktu
kami audit lapoan keuangannya, kami menemukan beberapa hal yang cukup
mengejutkan, namun kita akan membahasnya pada kesempatan lain. Berikut saya
ingin menampilkan laporan keuangan UD Indonesia Segar (nama samaran) dengan
menggunakan format kekinian (tidak lagi menggunakan istilah omzet).
Daripada
menggunakan istilah yang menimbulkan kerancuan, sebaiknya mulai sekarang Anda
membiasakan diri menggunakan istilah-istilah seperti contoh di atas.
PENJELASAN
Laporan
keuangan di atas belum saya tampilkan hingga baris terakhir atau bottom line yang menunjukkan laba atau
rugi. Saya akan membahasnya pada kesempatan lain. Sekarang saya ingin
menjelaskan definisi dan latar belakang setiap baris istilah yang tercantum
pada gambar di atas. Setelah membaca penjelasannya dengan teliti, Anda akan
menemukan
Pendapatan
Penjualan: Sesuai dengan sebutannya, pendapatan atau
perolehan dari penjualan. Penjualan yang dimaksud tentu saja dari produk barang
ataupun jasa yang dihasilkan atau diusahakan oleh suatu entitas bisnis. Dalam
contoh UD Indonesia Segar di atas, penjualannya dilakukan secara kredit 45-60
hari. Entitas bisnis lain bisa saja menjual secara tunai dan campuran—tunai dan
kredit.
Biaya
Angkut Penjualan: Biaya atau beban memindahkan barang
dari gudang penyimpanan atau tempat produksi entitas bisnis ke tempat
pelanggan. Beban ini mengurangi pendapatan penjualan dan merupakan biaya
langsung. Disebut langsung karena dapat dihitung dan dibebankan secara
langsung, misalnya UD IS menyewa truk seharga Rp 500 ribu untuk mengangkut 2
ton sayuran ke supermarket A setiap harinya. Maka untuk setiap pendapatan yang
diperoleh dari menjual 2 ton sayur terjadi beban biaya angkut Rp 500 ribu.
Retur
Penjualan dan Penyesuaian Harga: Bila barang yang
dikirimkan ke pelanggan tidak memenuhi standar kualitas, atau terjadi kerusakan
selama transit, maka pelanggan biasanya mengembalikan (retur) barang tersebut,
baik sebagian atau seluruhnya, dan jumlah yang dikembalikan dilakukan
pengurangan dari pendapatan penjualan. Bisa juga pelanggan tidak meretur,
melainkan meminta harganya disesuaikan dengan permintaan mereka, inipun menjadi
beban yang mengurangi pendapatan penjualan.
Penjualan
Bersih adalah total penjualan pada periode tertentu
dikurangi beban penjualan.
Harga
Pokok Penjualan: Supaya kita dapat menentukan harga jual
dan mendapatkan keuntungan, maka perlu dihitung harga pokok penjualannya
tiap-tiap produk, baik barang maupun jasa. Bila Anda hanya mengira-ngira saja
harga pokok penjualan, kemungkinan Anda akan mengalami kerugian karena menjual
terlalu murah atau sebaliknya produk yang Anda jual tidak laku karena
kemahalan. Selain menjadi acuan harga jual, dengan menghitungnya secara benar,
pengusaha dapat memanajemen berbagai aspek untuk memperbesar keuntungan.
Pembelian:
Pengeluaran untuk membeli barang dagangan atau material.
Biaya
Pengepakan: Merupakan beban yang dapat langsung
dihubungkan dengan jumlah pembelian. Dalam contoh yang kita gunakan, UD IS
mengeluarkan sejumlah biaya untuk membeli material pengepakan, membayar tenaga
kerja langsung bagian pengepakan dan biaya ini merupakan biaya utama yang tidak
mungkin dieliminasikan.
Biaya
Angkut Pembelian: Biaya atau beban yang dikeluarkan untuk
mengangkut barang yang dibeli dari gudang pemasok (penjual) ke tempat kita. Seperti
halnya biaya angkut penjualan dapat dihitung dan ditentukan jumlahnya relatif
mudah.
Persediaan
Awal Barang Dagangan: Pada umumnya suatu perusahaan akan
menyelenggarakan manajemen persediaan. Barang yang sudah dibeli dengan
menambahkan biaya-biaya pembelian langsung dibagi jumlah satuan/unit barang
yang dibeli dicatat di buku persediaan. Bertambah bila terjadi pembelian dan
barang telah diterima oleh staf gudang dan berkurang bila terjual atau terpakai
untuk produksi. Yang dimaksud persediaan awal adalah jumlah barang di gudang
penyimpanan pada awal siklus akuntansi, dalam contoh kita adalah 1 Januari
2016.
Persediaan
Akhir Barang Dagangan: Sisa barang dagangan atau material di
gudang pada saat penutupan siklus, umumnya dan juga contoh yang kita gunakan
adalah posisi 31 Desember.
Ada beberapa metode pengelolaan persediaan yang akan kita bahas dalam tulisan lainnya. Untuk mendapatkan gambaran utuh Laporan Laba Rugi silakan klik tautan di bawah ini dan membaca tulisan berjudul Margin: Istilah Lain Yang Perlu Dipahami. Margin: Istilah Lain Yang Perlu Dipahami
Ada beberapa metode pengelolaan persediaan yang akan kita bahas dalam tulisan lainnya. Untuk mendapatkan gambaran utuh Laporan Laba Rugi silakan klik tautan di bawah ini dan membaca tulisan berjudul Margin: Istilah Lain Yang Perlu Dipahami. Margin: Istilah Lain Yang Perlu Dipahami
Lengkap sekali, thanks infonya sangat mencerahkan
ReplyDelete