Membangun trust sama halnya dengan membangun reputasi, membutuhkan usaha,
melibatkan lebih dari satu pihak dan waktu yang tidak sedikit. Namun sama
halnya dengan reputasi pula, menghancurkannya hanya butuh satu orang dan
berlangsung dalam hitungan detik. Lagi pula orang yang layak dipercaya
(trustworthty) juga merupakan salah-satu reputasi.
Bercermin pada pengalaman diri
sendiri, entah sudah berapa banyak relasi berdasarkan trust atau saling percaya
pernah terbangun dalam perjalanan hidup umumnya dan karier pada khususnya. Tapi
yang benar-benat lasting for ever
bisa dihitung jari. Mungkin kita tidak bermaksud menghancurkannya, tapi
kelalaian merawatnya dengan baik saja sudah cukup.
Beberapa waktu yang lalu seorang
klien menceritakan kepada saya rencananya untuk quit dari pekerjaannya. Orang ini sudah menjadi kepercayaan bosnya
dan dia beruntung melakukan jenis pekerjaan yang disukainya. "Ok. Setelah
keluar kamu mau usaha sendiri atau berencana mencari pekerjaan lain?"
Tanya saya.
"Rencananya usaha
sendiri." Jawabnya.
"Kalau gitu, sebaiknya
kamu beri waktu untuk dirimu sendiri dan bosmu dua tahun lagi, jangan
terburu-buru. Jangan sampai kamu keluar dan hubunganmu dengan bosmu jadi rusak.
Sebab jika kamu keluar sekarang, bosmu akan pontang panting mencari
penggantimu. Alangkah kalau kamu menyiapkan dulu anak buah yang dapat
dipromosikan sebagai penggantimu. Kamu coaching dan mentoring dia sebaik-baiknya.
Lalu kamu keluar baik-baik dan usahakan mengajak bosmu bermitra."
Anak muda itu mendengarkan
nasihat saya dan saya membantunya melalui sesi-sesi coaching untuk lebih
menyenangi lagi pekerjaannya dan meningkatkan kecakapan berkomunikasi serta
menciptakan suasana kerja yang kondusif di divisinya. Saat ini anak muda ini sudah
memiliki usaha sendiri dan tetap berhubungan baik dengan mantan bosnya.
"Berkat nasihat Bu Erni dulu, saya sekarang masih sering menerima order
dari si bos."
Saya merasa sangat bahagia
berhasil mencegahnya menghancurkan jembatan indah yang dibangun dengan
susah-payah. Di saat yang sama saya teringat anak muda lain yang karena tidak
dapat mengendalikan ledakan kemarahan atau dengan alasan tertentu datang menggebrak
meja bosnya sambil berteriak: "Pilih X atau aku? Kalau pilih X, aku
keluar!" Karena alasan yang sangat masuk akal, si bos memilih X dan si
anak muda tadi keluar sambil menghancurkan jembatan di belakangnya.
Berbulan-bulan sesudahnya si anak muda ini masih memendam dendam terhadap si X
dan juga merasa sakit hati terhadap mantan bosnya. Menurut pendapatnya, ia
telah ikut merintis perusahaan dan membantu si bos dengan penuh dedikasi, tapi
begitu perusahaan sudah besar malah dia tidak dinomorsatukan.
Seandainya pendapat si anak
muda tadi benar, ia tetap tidak perlu bereaksi seperti itu. Tapi mengingat ego,
tidak akan ada bos yang mau digertak demikian. Kini jembatan trust yang dibangun bertahun-tahun telah
dihancurkan. Sungguh sayang. Pada saat ini mungkin belum terasa kerugian apapun
secara langsung, namun sesungguhnya pepatah lama yang mengatakan: “Seribu orang
sahabat masih kurang, seorang musuh saja sudah cukup.”
Bagaimana membangun trust di
tempat kerja dan mendukung kesuksesan karier Anda? Para ahli menyarankan
beberapa point of view yang sebenarnya sudah sangat umum diketahui namun jika
tidak berhati-hati dapat menjerumuskan.
Jujur dan dapat dipercaya. Pepatah mengatakan: “Kejujuran adalah mata uang yang
berlaku di manapun”, dan itu sungguh tepat. Selalu berbicara jujur apa yang
Anda ketahui dan apa yang tidak Anda ketahui, ingat kebohongan sekecil apapun
dapat menghancurkan kepercayaan orang lain terhadap Anda.
Orang yang dapat dipercaya tahu
informasi apa yang boleh disampaikan dan informasi apa yang harus disimpan
untuk pengetahuannya sendiri serta tahu kapan waktu yang tepat untuk menyampaikan
apa. Jika seseorang menceritakan rahasia pribadinya, orang yang dapat dipercaya
tidak mungkin memanfaatkan kepercayaan tersebut.
Integritas. Jangan mudah membuat komitmen jika Anda tidak yakin dapat
memenuhinya. Jika merasa ragu-ragu lebih baik meminta waktu untuk
mempertimbangkannya. Integritas antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan
juga harus selalu dipelihara. Orang yang suka membual atau omong gede mungkin sudah melupakan apa yang pernah diucapkannya,
tetapi orang lain yang mendengarkan akan mencocokkannya dengan perbuatannya.
Bersikap serius. Bersikap serius atau bersikap profesional bukan berarti
judes, jadi perhatikan kapan waktu yang tepat untuk bercanda dan dengan siapa
Anda bercanda.
Memegang komitmen dan selesaikan apa yang
sudah dimulai. Jika Anda sudah
menyatakan setuju untuk melaksanakan suatu tugas entah di kantor, atau dalam
komunitas, jangan menunggu hingga diingatkan baru melaksanakannya. Berikan
selalu lebih daripada yang diharapkan, terutama dari sisi kualitas. Selesaikan
apa yang sudah dimulai kecuali Anda memiliki alasan yang masuk akal untuk
berhenti di tengah jalan.
Kendalikan emosi dan jangan membuat
keputusan apapun ketika sedang marah.
Membuat keputusan ketika sedang marah akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari.
Belajarlah mengendalikan emosi, jika belum mampu melakukannya pergilah ke kamar
mandi.
Trust Dalam Keluarga
Agak aneh bilamana anggota dari
sebuah keluarga tidak dapat saling percaya, tapi memang sering terjadi dalam
realita. Ketika dua orang mula-mula saling tertarik dan memutuskan berpacaran,
mereka berusaha berperan sebagai pribadi idealnya, akibatnya mereka bersikap
kurang tulus. Setelah menikah, pasangan tadi mulai menanggalkan kedok-kedoknya,
termasuk yang dikenakannya tanpa menyadarinya. Sejalan berlalunya waktu suami
istri mulai saling curiga dan merasa kecele juga. Atau sebaliknya salah-satu
pihak memilih bersikap apatis, artinya ia tidak melakukan tindakan provokatif, tidak
pernah mengkonfrontasi pasangannya soal kecurigaannya, namun juga sepenuhnya
sadar kalau ia tidak memercayainya.
Remaja juga sulit mendapatkan
kepercayaan orangtuanya. Pertama, orangtua masih berjuang menghadapi kenyataan
bahwa anaknya bukan lagi bayi yang membutuhkan mereka 24/7. Kedua, orangtua
merasa terlalu mengkhawatirkan anak-anaknya melakukan hal-hal yang membahayakan
atau kekonyolan lain yang dapat menimbulkan masalah. Bahkan ada sebagian besar
orangtua yang terus bersikap demikian hingga ketika si anak siap untuk
berumahtangga tetap tidak dipercaya bila anaknya dapat menemukan pasangan hidup
yang cocok.
Bagaimana anggota keluarga
dapat saling percaya dan memelihara trust di antara mereka? Satu-satunya jalan
adalah melalui komunikasi dan keterbukaan. Nah, ini lebih mudah diucapkan
daripada dilakukan, namun para ahli menganjurkan langkah-langkah berikut ini:
Berpikir sebelum berbicara. Ambil waktu untuk merenung sebelum berbicara,
lebih-lebih berbicara tentang hal-hal yang sensitif dan dalam keadaan marah
atau tegang. Pastikan pula pilihan kata-kata, bahasa tubuh dan nada suara
mencerminkan pesan yang ingin tersampaikan.
Katakan yang sesungguhnya. Mungkin Anda berusaha terlalu keras agar tidak menyakiti
hati orang yang Anda kasihi, tapi ketidakjujuran menghancurkan kepercayaan (trust). Bagaimanapun kebenaran harus disampaikan
dengan lembut dan penuh kasih sayang. Ingatlah selalu, bahwa keterusterangan
yang brutal menyakiti hati, tetapi kelemahlembutan membangun keintiman.
Hargai Pendapat orang lain. Jangan terjebak dalam perdebatan demi mempertahankan
pendapat sendiri sebagai yang paling benar tanpa memberikan waktu kepada orang
lain untuk menjelaskan sudut pandangnya.
Nyatakan secara jelas apa yang Anda
inginkan atau butuhkan. Sering kali kita
mendengar orang menggerutu: “Harusnya dia tahu apa yang aku inginkan tanpa
perlu aku mengatakannya.” Manusia hanyalah pembaca pikiran yang sangat parah
dan pelupa. Jadi jangan malas mengatakan lagi dan lagi apa yang Anda inginkan
dengan santun.
Kenali gaya komunikasimu sendiri. Ada orang yang berbicara terlalu keras atau terlalu
bersemangat sehingga terkesan ia sedang marah-marah atau berbicara terlalu
pelan sehingga tidak dipahami. Itu semua adalah gaya komunikasi yang dapat
diubah. Kita juga dapat belajar untuk menyamakan intonasi, volume suara dan
bahasa tubuh dengan siapa kita sedang berkomunikasi yang akan membawa impak
positif.
Memberikan kesempatan orang lain. Biasakan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
berbicara terlebih dahulu. Jangan menginterupsi pembicaraan orang lain, tapi
dengarkan secara aktif dan penuh perhatian. Jangan mendengarkan sambil
merancang bantahan atau sanggahan yang akan Anda berikan.
Jangan berasumsi. Jangan berasumsi tentang perasaan, pikiran atau mengambil
kesimpulan tergesa-gesa berdasarkan perilakunya. Sah-sah saja mengkonfirmasi
apa yang Anda pikirkan atau mengajukan pertanyaan tentang asumsi Anda, tapi
jangan sekali-sekali bersikap seolah-olah asumsi Anda pasti benar dan
melancarkan tuduhan.
Jadilah pendengar aktif. Cara mendengarkan yang benar atau active listening adalah keterampilan penting yang wajid dilatih.
Walaupun banyak orang gagal mencapai kesempurnaan, caranya sebenarnya sangat
sederhana. Pertama, dengarkan penuh perhatian ketika seseorang sedang berbicara
kepada Anda, usahakan melakukan kontak mata dan berhenti dari kegiatan lain
yang sedang dilakukan saat itu. Kedua: fokus pada apa yang terucapkan
(eksplisit) dan yang implisit (perasaan yang sulit digambarkan dengan
kata-kata). Ketiga: Klarifikasi dengan bertanya: “Apa yang aku tangkap dari
perkataanmu adalah bahwa…” dan ulangi kalimat-kalimat yang telah Anda dengar.
-->
Terbuka dengan apa yang Anda rasakan. Di antara semua nasihat para ahli, komunikasi yang
terpenting dalam keluarga adalah menyatakan perasaan-perasaan dan bukan mendramatisirkan
perasaan-perasaan. Jika Anda marah, bicarakan apa yang menyebabkan Anda merasa
marah, bukannya menunjukkan dengan perilaku cemberut, membanting pintu atau
membungkam diri. Jangan pula menekan perasaan dan berharap semuanya cepat akan
berlalu dan kembali normal. Jika Anda adalah orangtua, ajaklah keluarga Anda
untuk selalu terbuka satu sama lain. Jika merasa marah karena suatu hal,
validasi emosi tersebut dan cari solusi bersama-sama agar penyebab atau masalah
yang menimbulkan perasaan tersebut tidak terulang kembali di kemudian hari.
Comments
Post a Comment