Alkisah, ada seorang pangeran yang sangat keranjingan belajar ilmu perang, sebab dia ingin seperti ayahnya, sang maharaja yang gagah perkasa. Sang pangeran pun belajar dari ahli strategi perang terbaik dan juga dari jenderal perang terbaik, bahkan dari guru-guru yang dahulu membimbing ayahnya. Selain keranjingan, sang pangeran juga sangat berbakat, hal ini membuat setiap guru yang membimbingnya merasa senang dan berpendapat bahwa dia sudah mencapai tingkat kegagahan dan kepiawaian seperti ayahnya. Sayangnya, sulit membuktikan pendapat-pendapat itu sebab tak akan ada satu negeri pun yang berani berperang dengan kerajaannya. Sang maharaja telah menaklukkan semua negeri yang pernah ada dan menjadi kerajaan adidaya.
Bagaimana pun, maharaja tidak ingin puteranya patah semangat dan berhenti berlatih, maka dipanggillah seorang motivator termasyur di negeri itu untuk memberikan motivasi kepada sang pengeran.
“Aku ingin pangeran terus-menerus berlatih! Siapa tahu suatu ketika kerajaan-kerajaan taklukan akan bergabung untuk menuntut kemerdekaan. Tugasmu adalah memberikan motivasi kepadanya, agar dia mau berlatih dan tetap percaya diri!” Perintah sang maharaja kepada sang motivator.
“Siap, Tuan Maharaja!” Sang motivator menjawab lantang, tampak begitu percaya diri.
Sejak hari itu sang motivator memberikan motivasi enam jam sehari kepada sang pangeran. Hal-hal yang dilakukan sang motivator di antaranya menceritakan kisah-kisah inspiratif, kisah-kisah para leluhur sang pengeran yang terkenal sebagai penakluk paling gagah di dunia. Secara berkala, sang motivator juga memberikan tantangan-tantangan di mana sang pangeran harus berkelahi melawan para narapidana yang kuat-kuat dan kejam, semakin banyak narapidana yang terbunuh, semakin berkobarlah motivasi sang pangeran. Agar tidak bosan, sang motivator juga mengatur pertandingan berburu dengan jenderal-jenderal kerajaan, berjalan di atas bara, menyeberangi jurang dengan bergelantungan di atas tambang dan permainan-permainan yang katanya dapat meningkatkan semangat.
Sang maharaja gembira menyaksikan kemajuan-kemajuan yang dicapai puteranya dan membanjari sang motivator dengan hadiah-hadiah mahal. Seperti pepatah mengatakan: “Seperkasa apapun seorang manusia, dia tak dapat mengalahkan sakratul-maut”, dan sang maharaja yang perkasa itu meninggal dunia secara mendadak setelah terjatuh dari kuda yang mendadak binal. Malangnya lagi, sang raja belum sempat menentukan ahli waris. Di samping puteranya, sang pangeran, raja memiliki seorang adik yang dahulu bersamanya bahu-membahu membangun kerajaan. Perdana menteri dan penasihat raja berpendapat adik rajalah yang berhak atas tahta kerajaan. Sang pangeran merasa risau bagaimana nasibnya nanti jika pamannya menjadi raja, sebab pamannya juga memiliki putera yang otomatis akan menjadi penerus dinasti?
“Sekarang saatnya bagi Tuan Pangeran untuk bertindak!” Sang motivator memberi masukan. “Singkirkan paman Tuan atau Tuan yang tersingkir!”
Sang pangeran terdiam lama. Dia menimbang-nimbang dalam hati. Barangkali pamannya akan mengangkatnya menjadi panglima perang? Jika ya, apakah dia akan merasa puas? Mana yang lebih penting, tahta atau hubungan keluarga—pamannya merupakan satu-satunya keluarga ayahnya yang masih hidup?
Sang motivator—seperti umumnya motivator—tidak suka pada keragu-raguan! Orang harus berani bertindak! Berpikir lama-lama bertentangan dengan prinsip mencapai sukses, yaitu: Berani bertindak! Sekarang! Saat ini! Selagi ada kesempatan! Maka katanya dengan suara mantap kepada pangeran yang masih menimbang-nimbang itu: “Ayo, Tuan Pangeran harus segera menetapkan apa yang harus dilakukan! Tidak baik berpikir terlalu lama, ini bisa saja menjadi kesempatan terakhir Tuan!”
Sang pangeran menatap Sang Motivator penuh kagum. Selain suaranya terdengar mantap, sinar tegas terpancar dari sepasang mata itu membakar semangatnya. Pemuda itu mengangguk. “Baiklah, aku akan bicarakan dengan Ibunda Ratu.”
“Bagus! Sempurna! Dari lubuk hati yang dalam saya percaya pada Tuanku! Ayo! Just do it! You can!” Seru sang motivator sambil mengepalkan tangan kanannya.
***
Adapun Ibunda Ratu sudah lama menaruh dendam terhadap keluarga sang maha raja. Walaupun menjadi seorang permaisuri dan diperlakukan dengan baik, dia tak pernah mampu melupakan perbuatan almarhum raja dan adiknya yang telah membantai seluruh anggota keluarganya, merampas kerajaan ayahnya. Dia mau menikah dengan almarhum raja yang kala itu masih berstatus war lord semata-mata untuk membalas dendam. Tak disangka, war lord itu menjadi raja diraja dalam waktu singkat sehingga kemungkinan membalas dendam menjadi semakin kecil. Lagi pula, lelaki yang menjadi ayah dari anaknya itu memperlakukannya dengan luar biasa baik. Tetapi sekarang keadaan berubah! Adik almarhum raja harus dibasmi, sekalian untuk membalas dendam sekalian memudahkan puteranya sendiri mengamankan dinasti!
“Oh puteraku tercinta, satu-satunya jalan kau harus menyingkirkan pamanmu dan seluruh keluarganya sebelum terlambat. Sebab jika dia berkuasa, kau akan kehilangan kesempatan menjadi raja selamanya. Sudah pasti dia akan menjadikan puteranya sebagai ahli waris dan kita akan dibunuh cepat atau lambat.”Kata sang ratu kepada puteranya yang datang meminta saran.
“Ibunda, tapi paman selalu setia kepada ayahanda almarhum…” Bantah sang pangeran.
“Itu disebabkan ayahmu sangat kuat, makanya dia tidak berani macam-macam. Tapi sekarang ayahmu sudah tiada…”Kata sang ratu dengan suara pedih,”jika dia naik tahta dia pasti akan menindas kita berdua…” Sang ratu menangis semakin menjadi-jadi.”Jika ananda tidak berani bertindak dan tidak mampu melindungi ibumu yang lemah ini, biarlah ibunda bunuh diri saja.”
Mendengar ratapan ibunya, hati pangeran muda itu menjadi panas. Maka sebuah siasat kejipun dirancang untuk membasmi keluarga pamannya. Pada waktu pemakaman almarhum raja, beberapa pembunuh bayaran disusupkan di antara keluarga kerajaan dan ditengah jalan, seluruh keluarga adik raja dibunuh, termasuk yang masih balita. Namun, sesuatu yang tidak diantisipasi terjadi, hampir seluruh hulubalang istana yang dapat menduga bahwa sang pangeranlah pelakunya segera melakukan pembangkangan. Perdana menteri yang juga bersama-sama almarhum raja mendirikan kerajaan menghadap sang pangeran sambil berkata: “Pangeran, sungguh menyesal harus memutuskan bahwa anda tak akan menjadi raja sebab anda telah membunuh orang yang akan mendampingi dan membimbing anda menjadi raja yang baik. Kami merasa bersalah terhadap almarhum maharaja, tapi kami merasa lebih bersalah lagi terhadap pamanmu yang loyal dan setia mengabdi negara!”
“Apa maksudmu?” Sergah sang pangeran. “Aku tidak membutuhkan bimbingan dan pendampingan dari manusia licik yang hanya menginginkan kekuasaan!”
“Kau salah, anak muda! Lihatlah sendiri surat pernyataan yang dibuat pamanmu di depan dewan penasihat kerajaan!” Hardik sang perdana menteri sambil melemparkan surat yang ditandatangani dan disegel cap pamannya, "pamanmu tidak menghendaki mahkota kerajaan, kau telah membunuh orang yang tidak bersalah!"
Pangeran tidak tersentuh, dengan pongah dia memecat perdana menteri dan dewan penasihat raja. Angkatan perang kerajaan segera terbelah dua. Sebagian mendukung sang pangeran dan sebagian mendukung mantan perdana menteri dan dewan penasihat kerajaan. Perang saudara tak terelakkan. Sang pangeran yang kurang berpengalaman segera terdesak ke luar dari benteng istana.
"Aku membutuhkan sang motivator di sampingku!” Teriak sang pangeran, “di mana gerangan dia?”Sang pangeran membanting kakinya dengan putus asa.
“Saya di sini, Tuan Raja!” Sahut sang motivator, dengan menyebut sang pangeran sebagai Tuan Raja.
“Bagus! Kobarkan semangatku untuk melawan pasukan pemberontak!” Perintah sang pangeran.
“Tentu saja, Tuan Raja! Tuan Raja adalah raja yang tangguh! Ayo, bangkit dan serang mereka! Go! Go! Go! Ingat seratus lima puluh kali fire walk yang telah Tuan Raja jalani, lalu keberanian Tuan Raja menyeberangi jurang hanya menggunakan seutas tali! Ingat, Tuan Raja luar biasa!” Sang motivator berseru-seru memberi semangat. Namun tiba-tiba sebatang anak panah yang dilepaskan prajurit lawan mengenainya dan matilah sang motivator seketika. Sementara itu pihak lawan bergerak maju dengan tertib dan mendesak pasukan pangeran ke arah jurang yang curam. Pangeran menjadi ketakutan dan dia segera mencopot segala atributnya lalu bersembunyi di antara kawanan domba penduduk. Akhirnya seorang jenderal berhasil membekuk pangeran yang kehilangan motivasi itu.
Comments
Post a Comment