Menghabiskan Donut Orang Lain


Menjatuhkan vonis atau penghakiman bahwa orang lain telah melakukan kesalahan tanpa pembuktian terkadang-kadang bisa menimbulkan kesulitan-kesulitan—paling tidak menimbulkan rasa malu. Silakan berikan pendapat Anda setelah membaca cerita di bawah ini.
Amel adalah seorang wanita karir muda yang gegabah dan jarang berpikir untuk kedua kalinya dalam memutuskan sesuatu atau menyatakan pendapat. Amel sering melakukan perjalan bisnis keluar kota, seperti hari itu. Ketika ia tiba di bandara Soekarno-Hatta dan check-in, ternyata penerbangannya mengalami keterlambatan. Amel merasa kesal. Mengapa perusahaan-perusahaan penerbangan di Indonesia tak pernah bisa tepat waktu sih? Apakah para pengurusnya tidak pernah belajar time management. Amel mendumel dalam hati. Karena merasa agak lapar, ia lalu membeli beberapa donat berukuran mini dengan bermacam rasa; ada cokelat, strawberry, karamel dan sebagainya. Amel kemudian duduk di bangku ruang tunggu, berusaha mengatasi perasaan bosan dengan mengupdate status fesbuk, apalagi yang diposnya kalau bukan tentang pelayanan penerbangan yang buruk dan selalu telat itu. Setelah menyebarluaskan kekesalannya, Amel kemudian asik mengecek pos teman-teman fesbuknya. Sementara tangan kanannya sibuk memainkan kursor laptop-nya, tangan kirinya menyambil donut yang ditaruhnya di sebelah kiri. Tanpa terasa, donat itu berpindah ke perutnya hingga jemarinya menyentuh kotak donat hanya menemukan satu donat dan ketika ia menghitung-hitung sebenarnya berapa donat yang telah dimakannya, jari-jarinya bersentuhan dengan jari-jemari lain. Amel cepat menoleh.

                Pria itu tersenyum dan mempersilakan Amel mengambil donut terakhir itu.Amel naik pitam. Kurang ajar banget sih orang ini? Lancang banget makan donutku?!
                “Ini donut saya, mbak! Tapi silakan deh yang terakhir ini mbak saja yang ambil.” Kata pria itu sabar. Dari penampilannya yang rapi dan sikapnya yang santun, sangat sulit dipercaya ia mengaku-aku donut Amel sebagai kepunyaannya. Tapi Amel tidak gampang terkecoh. Dengan kesal ia berdiri dan berkata dengan nada marah kepada pria itu: “Ya, sudah, makan saja!”
                Pada saat naik pesawat, Amel melewati kabin bisnis dan melihat pria yang telah menghabiskan donutnya duduk di bangku kedua kabin bisnis itu. Pria itu menganggukkan kepalanya, tapiAmel melengos. Huh, naik bisnis kelas bisa, tapi beli donut aja ga sanggup! Dengusnya dalam hati.
                Sambil berinsut dan berdesak-desakan menuju bangkunya di deretan ketiga dari belakang di kelas ekonomi Amel terus bersungut-sungut. Kapan ya penerbangan ternama ini memberlakukan manajemen naik pesawat yang teratur. Misalnya bangku yang di belakang naik terlebih dahulu, dan ada jedanya beberapa saat lalu dinaikkan penumpang yang duduk di bagian tengah dan akhirnya yang di depan. Huuuuh…payah negeri ini, ga ada yang beres. Ga ada orang yang becus ngapa-ngapain selain korupsi! Heran, kalau udah ngangkut korupsi, pintar-pintar! Ketika Amel mencapai bangku nomor 26, ia telah kosong kesabaran walaupun ia memerasnya yang keluar hanyalah kucuran keringat. Setelah duduk Amel segera membuka tasnya bermaksud mengambil tisu untuk mengelap wajahnya yang berpeluh…dan Amel terkesiap! Tangannya terhenti di udara di atas mulut tasnya yang sangat besar itu!
O, bukan! Bukan ada ular dalam tasnya, melainkan ada bungkusan donut! Amel cepat-cepat menutup kembali tasnya, seakan pria tadi sedang mengamatinya! Jadi…tadi aku makan donut orang itu, bukan sebaliknya seperti dugaanku?!         

Comments