Tahukah Anda di mana titik sukses dalam
karir? Selama bertahun-tahun saya sendiri mencari-cari titik sukses ini tanpa
hasil. Selama bertahun-tahun saya menyeret-nyeret beban berat mendaki tangga
karir. Walaupun akhirnya saya mencapai tujuan-tujuan tetapi semua membutuhkan
kerja keras dan pengorbanan besar. Tentunya saya tidak menyesal, sebab dengan
demikian hari ini Anda dapat belajar dari pengalaman saya.
Menarik-narik beban berat menuju puncak
karir tentunya juga membuat ‘otot-otot jiwa’ menjadi kuat. Dan otot kuat itu
hari ini menunjang karir lainnya. Namun, seandainya Anda bisa belajar dari
pengalaman saya, Anda dapat menyingkat waktu dan menghemat pengorbanan. Bukankah
demikian?
Sebelum kita mengeksplorasi lebih jauh
faktor-faktor yang bisa memudahkan kita menemukan ‘titik sukses’ ketika memilih
dan memimpin diri sendiri mencapai puncak karir, pertama-tama mari kita bahas
terlebih dahulu apa yang dapat memotivasi orang pada umumnya. Ditinjau dari
sumbernya motivasi dapat berasal dari luar diri (ekstrinsik) dan dari dalam
diri (intrinsik) masing-masing.
Entah seseorang bekerja sebagai karyawan
ataupun berwiraswasta, sumber motivasi paling utama pastilah uang. Selain uang,
orang juga dimotivasi oleh kekuasaan, gelar atau penghargaan, status sosial,
pengakuan orang lain, dan juga perasaan unggul terhadap lainnya.
Sayangnya, banyak orang kehilangan
motivasi justru karena terlalu mengharapkan hal-hal yang disebut di atas. Dalam
banyak pelatihan saya sudah sering mendengar pengakuan para manager dan
karyawan bahwa yang dapat memotivasi mereka hanyalah gaji yang besar. Berhubung
tidak semua orang pantas dibayar sebesar yang diharapkannya, maka banyak sekali
yang kecewa dan demotivasi. Atau orang bisa saja termotivasi sementara, yaitu
ketika ia menerima kenaikan gaji. Sayangnya lagi, kenaikan penghasilan biasanya
juga diikuti kenaikan pengeluaran lebih besar lagi, akibatnya hanya dalam waktu
singkat orang itu ‘down’ lagi. Efek kenaikan gaji berbalik menjadi beban dalam
waktu singkat. Ketergantungan pada motivasi di luar diri pada akhirnya membawa
banyak masalah di antaranya korupsi dan manipulasi.
Orang yang menginginkan kekuasaan cenderung
gagal melihat pentingnya melayani. Padahal pelayanan adalah energi positif yang
dikeluarkan dan akan dikembalikan berlipat ganda dalam bentuk materi oleh
Pemilik Semesta Agung.
Mengharapkan kehormatan, status sosial
dan pengakuan orang lain membutakan orang untuk membedakan terkenal dari
dikenal. Terkenal dapat saja terjadi dalam waktu singkat dan bisa direkayasa.
Banyak contoh yang bisa Anda saksikan dengan hanya menonton infotaiment.
Mengungguli orang lain tidaklah sama
dengan mengaplikasikan mental pemenang, tetapi memasuki pusaran persaingan yang
memerahkan kolam kehidupan. Orang yang berusaha mengungguli orang lain akan
selalu merasa iri pada keberhasilan orang lain, akibatnya ia tidak bisa belajar
apapun dari keberhasilan orang lain. Bila berbicara tentang energi positif,
kecemburuan menekan energi ke tingkat yang terendah. Sebaliknya bagi yang dapat
mengagumi keberhasilan orang lain, selain dapat belajar banyak, ia juga turut
menikmati energi positif yang dihasilkan kesuksesan orang lain. Bukankah segala
sesuatu dan setiap orang terhubung dalam sistem kosmik Alam Semesta Agung ini?
Motivasi intrinsik sering kali mendorong
seseorang melakukan pekerjaan dan berbisnis di antaranya pertumbuhan diri,
kepuasan melakukan pekerjaan, membantu orang lain untuk bertumbuh-kembang,
menemukan arti dari setiap usaha yang diberikannya, memegang teguh keyakinan
diri untuk mencapai sukses, dan membuat perbedaan.
Setiap orang mendambakan pertumbuhan
diri, bahkan merupakan bagian dari naluriah manusia untuk melakukan yang
terbaik dan mengalami perkembangan. Orang akan merasa nyaman dan lebih menyukai
dirinya jika ia merasa berada dalam proses perkembangan. Orang yang menyadari
pentingnya pertumbuhan diri sesungguhnya bermental pemenang. Orang yang
berdalam proses perkembangan tidak merasa terganggu dengan pertumbuhan orang
lain, dan ia bisa bersulang dengan ketulusan hati dalam pesta kesuksesan orang
lain. Makanya ia juga dapat menemukan kepuasan melakukan tugas-tugasnya dan
sekaligus merasa bahagia membantu orang lain untuk maju.
Saya suka metafor yang mengatakan bahwa
keyakinan akan masa depan yang sukses itu adalah prasangka baik belaka.
Berprasangka artinya meyakini sesuatu telah terjadi atau akan terjadi di masa
depan, namun belum dapat dipastikan. Ketika kita melangkah maju menyongsong
masa depan, kita pun tidak tahu apa yang akan kita hadapi. Satu-satunya hal
yang dapat kita lakukan adalah berprasangka bahwa yang terbaiklah yang akan
terjadi. Alih-alih mengkhawatirkan sesuatu yang buruk, berprasangka baik tidak
ada ruginya. Khawatir atau risau menguras energi sebaliknya berkeyakinan
positif menciptakan energi positif, dan dengan demikian kita berdaya membuat
perbedaan-perbedaan.
Setelah memahami apa yang memotivasi Anda
secara intrinsik—dari dalam, selanjutnya adalah melakukan analisa SWOT
(Strength, Weaknesses Opportunity and Threat). Dari keempat faktor yang
dianalisa, tentu saja yang paling penting adalah mengetahui faktor strength
(kekuatan) dan weaknesses (kelemahan). Sebab untuk mencapai sukses sebagian
besar perhatian yang harus kita berikan adalah bagaimana menciptakan
opportunity (kesempatan) dan mengatasi threat (ancaman). Usaha-usaha yang kita
fokuskan untuk mengatasi ancaman secara tidak langsung membantu kita meningkatkan kekuatan-kekuatan
kita, sedangkan keberanian dan kejelian mengambil kesempatan membantu kita
mengubah kelemahan-kelemahan menjadi kekuatan-kekuatan.
Maka pertemuaan antara apa yang
memotivasi kita melakukan pekerjaan atau bisnis dengan faktor kekuatan dan
kelemahan kita dapat menemukan titik sukses.
Saya berharap setelah membaca tulisan ini
Anda segera melakukan analisa. Apa yang memotivasi Anda melakukan pekerjaan atau
menjalankan bisnis Anda? Apakah didominasi faktor-faktor ekstrinsik atau
faktor-faktor intrinsik? Sebenarnya sangat wajar seseorang berfokus mendapatkan
hal-hal material, apalagi kita hidup di dunia yang menggunakan simbol-simbol
seperti itu sebagai indikator kesuksesan. Tetapi jika kita hanya mengejar
hal-hal material, kita tidak akan menemukan rasa damai dan bahagia dari
pekerjaan atau bisnis yang kita jalankan.
Mencapai hal-hal yang intrinsik sekilas
tampak sulit. Hal ini disebabkan ukuran yang dapat digunakan bersifat abstrak
dan hanya dapat dirasakan/dialami ketika kita benar-benar ‘merelakan’ diri untuk
mencapainya. Lain halnya segala sesuatu yang ekstrinsik, kita dapat membeli segala
simbol sukses dengan mengabaikan nilai-nilai intrinsik. Bank tidak akan repot-repot
meneliti kelayakan kita ketika menerbitkan kartu kredit. Penjual mobil hanya
mengejar target penjualan dan dengan mudah kita dapat membawa pulang mobil
idaman secara kredit. Setelah memiliki kartu kredit—yang biasanya lebih dari
dua, bank penerbit bukannya mengontrol credibility
kita, malah menawarkan kita mencicil pembayaran dengan harapan mendapatkan
bunga. Sinting, bukan? Tetapi banyak orang tidak lagi menyadari kesintingan ini.
Jadi sangat jelas para peserta
pelatihan—yang saya singgung di bagian sebelumnya—kemudahan-kemudahan menjebak
untuk mendapatkan simbol-simbol sukses membuat mereka berhutang, akibatnya
setiap bulan gajian uang hanya numpang lewat di rekening bank. Bagaimana mereka
dapat merasakan termotivasi bila subjek motivasinya tidak dapat mereka nikmati?
Perilaku seperti itu akhirnya boleh disebut ‘kebodohan finansial’ sebagai lawan
kata ‘kecerdasan finansial’.
Akhirnya saya ingin mengingatkan kita
semua—termasuk diri saya sendiri—bahwa, apapun yang kita lakukan di dunia ini
tidak ada gunanya bila tidak membuat kita merasa berbahagia dan damai. Dan
sehebat apapun sukses yang kita capai tidak berarti jika tidak membawa manfaat
bagi kehidupan secara luas.
trimakasi artiksl nya..sangat bermanfaat ...
ReplyDeletethanks bermanfaat sekalai bisa membuat saya melihat kelemahan saya selama ini,,,memperbaikinya,,,
ReplyDeleteit's cooling my mind ,,thanks lot :)
ReplyDelete