Media Untuk Menulis Buku

Media menulis yang dikenal sepanjang sejarah peradaban manusia dapat disebutkan mulai dari menulis pada dinding-dinding gua, di atas batu (ditulis ataupun dipahatkan), di atas lantai, pada bilah-bilah kayu ataupun bambu, di atas kain, di atas daun lontar atau papyrus.

Media batu

Diciptakannya kertas oleh seorang pegawai istana dinasti Han Timur bernama Cai Lun pada tahun 105 mengubah cara berkomunikasi dan bersosialisasi di negeri itu.

Teknologi pembuatan kertas kemudian menyebar hingga ke Dunia Barat dan merevolusi komunikasi tertulis. Hal itu berlangsung dan mencapai puncaknya pada abad ke-12 ketika kebudayaan Arab dan Dunia Barat bergabung melalui peristiwa Perang Salib dan tulisan-tulisan kuno zaman keemasan Yunani diketemukan.

Hingga beberapa abad kemudian sastrawan besar seperti William Shakespeare masih menulis dengan pena yang dicelupkan dalam tinta dan dia mampu menulis 37 atau 38 drama, 5 narasi dan 160 sonnets (puisi). Di rak buku koleksi pribadi saya semua tulisan itu dijadikan satu buku setebal 1023 halaman dengan ukuran font 5 spasi 1.

Selain William Shakespeare semua penulis sebelum Henry Mill mematenkan sebuah mesin untuk mengetik pada tahun 1714, pastilah menulis dengan pena. Bisa bayangkan betapa hebatnya penulis pada masa-masa itu?!

William Shakespeare menulis
dengan pena yangdicelupkan dalam tinta.
Dunia perbukuan tentu saja tidak dapat dipisahkan dari dunia percetakan. Cukup menarik untuk mengetahui bahwa dalam hal ini mesin cetak yang ditemukan Johannes Gutenberg lebih dahulu beroperasi. Sementara penulis dan pengarang masih belepotan tinta, tahun 1450 sudah bergenjotan.
Kertas dan mesin tik memudahkan
penulis berkarya.
Abad ke-19 dan 20 merupakan puncak masa jaya dunia perbukuan. Menurut pantauan UNESCO, —walaupun data yang dapat Anda akses dengan mengklik tautan di bawah tampaknya pantas diragukan, namun sedikitnya memberi kita perkiraan kasar . Tiga negara pemimpin, AS, China dan UK menunjukkan sedikitnya 1,000 buku diterbitkan  setiap harinya di masing-masing negara itu. Sementara menurut sumber yang sama Indonesia masuk 20 besar dalam jumlah buku yang diterbitkan, namun menurut informasi yang dapat dipercaya, angka itu jauh dari kenyataan. Mudah-mudahan ada pembaca yang dapat mengkinikan data ini.

Sebenarnya ada berapa buku telah diterbitkan di dunia ini? Mesin pencari terbesar Google punya jawaban terkininya—13 Oktober 2013, yakni 129,864,880! Selama beberapa tahun terakhir ini Google telah berusaha menghitungnya dengan menggunakan filter metadata dan disambiguating algorithms (terus-terang saya tidak paham apa atau bagaimana menjelaskan kedua istilah ini).
Sudut suatu toko buku
Memasuki abab ke-21, media untuk menulis semakin canggih. Electronic Book (E-book) memiliki kemungkinan besar menggantikan buku konvensional sebelum memasuki abad ke-22. Selain kemujuan teknologi, kelangkaan bahan baku kertas juga akan turut mempercepat revolusi ke arah ini.  Belum lagi bila kita mengikutsertakan faktor distribusi, e-book jelas akan jauh lebih mudah menjangkau pembacanya begitu infrastruktur koneksi internet tersedia.
Buku saya di rak toko buku.
Menulis itu kebutuhan, diterbitkan dan dipajang
di toko buku itu namanya bonus.
Akankah e-book bertahan selamanya? Mungkin tidak. E-book yang mula-mula kita kenal berformat pdf, kemudian berkembang menjadi Kindle, revolusi akan terus berlangsung. Saya pribadi ingin meramalkan bahwa beberapa tahun lagi, buku akan diinstal pada sebuah chip berukuran sangat kecil oleh penulisnya. Pembaca dapat mengunduh buku tersebut langsung ke sistem memori di dalam otak. Buku-buku super canggih seperti itu bahkan dapat dibeli di vending machine pinggir jalan.

Kindle atau gajet pembaca buku jenis lainnya barangkali dapat menyimpan seribu buku, tetapi otak mampu menyimpan 1,000 juta buku, mampu mengambil informasi yang dibutuhkan saja setelah menggeneralisasi informasi serupa, menghapus informasi yang tidak berguna dan mendistorsi informasi-informasi untuk mendapatkan satu kesimpulan yang bermakna—hanya dalam hitungan detik.

Saya tidak menulis artikel ini untuk mengecutkan nyali para penulis, saya hanya ingin mengatakan bahwa, media untuk menulis boleh berevolusi dan berubah dari masa ke masa, tetapi penulis tetap harus menulis, sebab menulis itu menyehatkan. Setuju?


Comments