G
|
ENIUS model saya susun di atas landasan
berpikir bahwa setiap masalah pasti ada solusinya dan mengatasi suatu masalah
bukan berarti melenyapkannya untuk sementara waktu, melainkan proses penciptaan
kondisi baru yang lebih baik. Sebagai metode, coaching
GENIUS menginkorporasikan peran-peran berbeda yang disesuaikan dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi coachee.
Peran-peran tersebut adalah: pemandu, pelatih, pengajar, mentor dan sponsor.
Secara bersama dan simultan atau individual, peran-peran tersebut memberikan support pada level-level perubahan yang
berbeda: lingkungan, perilaku, kapabilitas, nilai-nilai dan sistem keyakinan,
identitas dan spiritualitas (tujuan yang lebih tinggi) dari neurological kita.
GENIUS model
beroperasi dalam rangkaian siklus proses yang berkesinambungan untuk meningkatkan
sumber daya internal coachee dan terciptanya
feedback dua arah sehingga
memungkinkan pembelajaran yang berkelanjutan. Alur proses dimulai dari observasi–diskusi–active coaching–review dan bergerak dari present
state menuju desired state
seperti digambarkan pada Gambar 8.
GENIUS model adalah pendekatan revolusional di dunia yang
mengedepankan tingkat kinerja tinggi. Hal ini disebabkan pendekatannya tidak
sekadar mengajarkan cara melakukan suatu aktivitas, namun proaktif membantu
diri sendiri maupun orang lain agar menjadi yang terbaik di bidang yang sedang
ditekuninya. Sebagai manajer, Anda tidak boleh berpangku tangan saja setelah
berhasil memprovokasi staf untuk berpikir kreatif. Sebagai mitra, Anda dapat
membantu dengan menyumbangkan ide dan memberi petunjuk tersamar atau
menjajarkan berbagai pilihan di depannya. Bagaimanapun Anda adalah orang yang
memiliki kekuasaan, fasilitas, dan pengalaman yang lebih banyak.
GENIUS model
mencakup semua aspek penting dalam relasi dan proses coaching. Selain mengacu kepada arti harfiahnya—berkemampuan luar
biasa dalam berpikir dan mencipta—GENIUS juga merupakan singkatan untuk
memudahkan kita mengingat setiap langkah yang akan menyukseskan sebuah relasi
dan aktivitas coaching, yaitu:
Goal setting—Setiap
proses coaching harus dimulai dengan
menetapkan sebuah tujuan, baik yang ingin dicapai oleh coach maupun coachee.
Adanya goal atau tujuan memungkinkan
kita mengukur hasil dari suatu proses coaching.
Emotional
aspects—Sebelum proses coaching
dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar, coach
dan coachee harus terlebih dahulu
meng-handle aspek emosional yang
mungkin sedang berlangsung atau yang kemungkinan akan terjadi selama proses
berlangsung. Seperti sudah disinggung sebelumnya, kesuksesan coaching tidak dapat mengabaikan ikatan
emosional yang positif.
Neurologically
aligned—Memahami bahwa sebagai manusia kita tidak beroperasi di satu
level dari neurological kita.
Perilaku kita dipengaruhi oleh sistem keyakinan, nilai-nilai, dan seterusnya.
Dengan demikian terkadang coaching
tidak mungkin hanya menyentuh satu level saja dari sistem logika berpikir dan
bila terjadi ketidakselarasan neurological,
maka perlu diselaraskan terlebih dahulu. Neurological
yang tidak selaras ditandai dengan adanya konflik internal, orang yang
mengalaminya merasa berada dalam situasi dilematik. Bagaimana menyelaraskan
konflik internal diri coach dan
mengalibrasi (mendeteksi) untuk selanjutnya membantu coachee menyelaraskan neurological-nya
sendiri merupakan satu keterampilan penting dalam coaching.
Idea
gathering—Coach bukanlah
orang yang mengajarkan kepada coachee
bagaimana menemukan solusi-solusi, melainkan memprovokasi atau membantu dalam
proses mengumpulkan ide-ide. Tentu saja, coachee
akan semakin berdaya mengumpulkan ide-ide dan berproses kreatif bilamana: pertama; ia tahu tujuan yang ingin
dicapai dan cara-cara mencapainya. Kedua;
merasa terbebas dari beban emosi-emosi yang tidak terkendali. Ketiga; secara neurological dalam keadaan harmonis.
Utilization—Mengutilitasi
pembelajaran-pembelajaran dari sesi-sesi coaching
yang telah dilaksanakan merupakan esensi dari aktivitas coaching. Ulitilitas merupakan rangkaian proses coaching yang tak terpisahkan. Setelah
mengaplikasikan ide-ide kreatif dan solusi untuk mengatasi berbagai hambatan
untuk mencapai goal, maka coach dan coachee dapat melakukan review,
mendapatkan umpan balik, serta menentukan langkah selanjutnya. Bilamana dalam
sesi-sesi coaching, coach telah melakukan intervensi
perubahan dengan teknologi NLP untuk membantu percepatan pencapaian tujuan,
maka secara tidak langsung coachee
juga mempelajari pendekatan tersebut dan dapat mengaplikasikannya pada konteks
yang berbeda, atau sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses pemberdayaan
diri mencapai tingkat kinerja maksimal.
Support
identification—Setelah rangkaian coaching
tuntas dilaksanakan dan solusi-solusi diimplementasikan, maka langkah
selanjutnya adalah membantu coachee
mengidentifikasi orang atau kelompok yang dapat menjadi pendukung bagi
pertumbuhan berkelanjutan. Pada tahap ini manajer sebagai coach—boleh—berganti peran sebagai mentor, sponsor, dan bahkan
sebagai guru atau pencerah melalui
keteladanan. Sedangkan aktivitas sehari-hari yang tak terpisahkan dengan
manajemen adalah mengobservasi perilaku coachee
dalam upayanya melakukan pekerjaan dengan tingkat kinerja puncak; memberikan
umpan balik dan memasuki siklus coaching
baru jika diperlukan.
GENIUS model adalah jiwa dan fondasi dasar dari buku
ini. Setiap komponen yang akan kita lewati merupakan satu kesatuan faktor yang
saling memengaruhi kesuksesan coaching
dan secara bersama-sama, keenam komponen ini juga menjadi faktor penentu
kualitas coaching sebagai: comprehensive tool dalam manajemen. Saya
telah mengaplikasikan metode coaching
ini secara luas kepada klien yang terdiri atas para pemilik bisnis, direktur,
manajer, supervisor, dan kepala bagian serta team leader. Metode GENIUS juga telah diaplikasikan
di beberapa perusahaan klien.
Pada
bab-bab selanjutnya kita akan membahas secara mendalam tentang setiap langkah
metode coaching GENIUS. Namun
berdasarkan pengalaman, saya dapat mengatakan bahwa metode ini tidak kaku, pada
banyak kasus tiap-tiap langkah GENIUS dapat diaplikasikan terpisah sebagai management tool untuk pengembangan
sumber daya manusia. Jadi tinggal bagaimana kejelian pemakai metode ini dalam melihat
situasi dan kondisi secara spesifik. Tentu saja, jika Anda menginkorporasikan
ke dalam rencana pengembangan sumber daya manusia berkesinambungan, Anda akan
mendapatkan hasil yang luar biasa.
Kondisi Diri Anda Sesaat Sebelum Memulai Coaching
Sebagus-bagusnya sebuah metode coaching, jika kita berada dalam kondisi atau state yang kurang bersumber daya (unresourceful state), maka hasil coaching tidak mungkin maksimal. Hal ini senada dengan the presupposition of NLP yang berbunyi:
“There is no unresourceful people but
only unresourceful state.” (Tidak ada orang yang tidak bersumber daya
tetapi mereka sedang berada dalam kondisi yang kurang tepat—kurang bersumber daya.)
Kondisi
bersumber daya untuk melaksanakan sesi coaching
yang demikian, oleh pengembang NLP terkenal Robert Dilts, disebut COACH state. Ketika saya sedang mengikuti
pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi master
trainer, saya dan rekan-rekan trainer
lain secara kontinu mengaplikasikan state
ini.
Pada awalnya
memang terasa sedikit kaku, sebab setiap kali akan melakukan latihan
berpasangan atau role play berdua,
kami selalu memulainya dengan mengambil posisi berdiri tegak, menarik napas
hingga diaframa terisi udara sepenuh-penuhnya, dan ketika mengembuskan napas
kami saling melakukan kontak mata seraya berkata: “Saya hadir sepenuhnya dan
bersama kamu di sini,” dan pasangan praktik menjawab: “Saya melihat kamu dan
bersama kamu sepenuhnya di sini.” Dengan cara itu kami tidak hanya hadir
sepenuhnya, tetapi kami juga menciptakan medan interaksi di antara kami
sehingga kolaborasi dapat berlangsung efektif. Cara ini dapat disamakan dengan
metode conditioning atau anchoring. Setelah berpraktik lebih dari
50 kali—dalam durasi pelatihan selama 21 hari, perasaan kikuk tentu saja sudah
berganti dengan rasa nyaman dan suka.
Bagi Anda
yang pertama kali memanfaatkan teknik NLP next
generation ini, saya sarankan untuk lebih banyak mempraktikkan di arena inner game, yaitu dengan membayangkan
dalam pikiran. Namun percayalah, walaupun coachee
Anda tidak pernah mempelajari teknik ini, tetapi kalau Anda mampu menetap
selama mungkin dalam COACH state,
perlahan namun pasti, medan energi positif di antara Anda berdua akan
teraktifkan dengan sendirinya.
Secara
sederhana COACH state yang mengacu
kepada COACHing Container™ dari Robert Dilts ini—sesuai pemahaman saya—dapat
dijelaskan sebagai berikut:
·
Centered—terpusat di dalam diri sehingga tidak gampang
diombang-ambingkan emosi dan situasi kondisi yang sedang berlangsung di sekelilingnya
dan mampu sepenuhnya mengendalikan emosi.
·
Open—terbuka untuk menyambut kehadiran coachee sebagai individu yang unik dan istimewa.
·
Awareness—kesadaran penuh terhadap segala hal yang sedang
berlangsung di sekelilingnya maupun di dalam tubuh dan pikirannya sendiri.
·
Connected—terhubung erat dengan sumber dari sumber daya di dalam
dirinya.
·
Holding—menggendong, memegang, atau menjaga untuk: menciptakan
lingkungan atau ruang yang aman bagi coachee
untuk mengekspresikan diri, menghargai—“mengindahkan” dan memberi kesempatan
bagi coachee untuk berkembang
semaksimal mungkin. “Ke dalam” berarti menggendong perasaan atau gejolak emosi
negatif, menerimanya tanpa melawan dan mengalirkannya tanpa ditahan. Holding juga dapat dianalogikan dengan
menggendong dan menenangkan anak atau bayi yang sedang gelisah.
Kelima
kondisi ini menyatu dalam kontainer yang notabene adalah sistem fisiologi atau
sistem tubuh kita. Dengan demikian kita bukan menggunakan satu kondisi dalam
satu waktu, melainkan bersamaan sesuai munculnya pemicu.
Cara paling sederhana untuk masuk ke dalam state (kondisi mental) tersebut di atas
adalah dengan mengolah napas sambil membayangkan citra kondisi mental yang
bersangkutan. Misalnya untuk masuk ke dalam kondisi terpusat dan terhubung,
Anda dapat bernapas dalam-dalam sambil membayangkan sepasang kaki Anda mengakar
di dalam Bumi dan pikiran Anda seperti jus apel yang telah didiamkan
berjam-jam, sangat jernih. Lalu bayangkan lapisan-lapisan warna merah, jingga,
kuning, hijau, biru, nila, dan unggu mengelilingi tubuh Anda. Rasakan betapa
Anda bebas menerima dan memberikan energi positif dari dan kepada alam semesta.
Akan sangat baik bila Anda mempraktikkan meditasi dengan duduk hening di tempat
yang bebas gangguan selama 10–15 menit setiap harinya. Bila cara-cara di atas belum Anda kuasai
sepenuhnya, pastikan sebelum melakukan coaching,
Anda bernapas dalam dan katakan kepada diri sendiri—dalam hati: Aku
tenang, aku terpusat, aku terhubung, dan aku siap melakukan coaching. Praktikkan kebiasaan ini juga
ketika Anda menghadapi tugas-tugas sulit, orang-orang sulit, dan tekanan
lingkungan lainnya.
Comments
Post a Comment