Hentikan Perbuatan Membuli
Look into my eyes and you will see my loves |
Tahukah Anda bahwa korban buli di masa kanak-kanak, cenderung membuli? Saya beruntung menemukan seorang guru yang membantu saya melewati masa-masa menyedihkan, namun ketika tumbuh dewasa saya tetap memiliki masalah pengendalian emosi yang membutuhkan puluhan tahun untuk mengatasinya.
Korban buli dalam rumah tangga biasanya menolak mencari pertolongan sebab merasa malu atau merasa tidak baik mengungkap kejelekan anggota keluarga. Mungkin seperti pepatah: Mendulang air basah di wajah sendiri. Akibatnya perkembangan emosinya menjadi penuh kemarahan yang tidak tersalurkan. Bagaikan magma di dalam gunung berapi, begitu mendapatkan kesempatan meletuslah dia.
Kalau tidak mendapatkan kesempatan, maka korban mengalami berbagai macam penyakit seperti migraine (sakit kepala), masalah pencernaan, dan tukak lambung. Gangguan kesehatan seperti ini pulalah yang saya alami.
Secara emosional, korban buli kurang mampu menunjukkan kasih-sayang walaupun secara karakter ia adalah orang yang lembut hati. Alih-alih menunjukkan kasih sayang, ia malah menjaga jarak. Hal ini disebabkan ia tidak kapabel dan rasa ketidakberdayaan yang dirasakannya ketika menerima perlakuan kasar masih menyelimuti dirinya, sehingga tanpa sadar korban ingin melampiaskan kemarahan kepada orang yang lebih lemah. Ya, Anda benar, orang yang lebih lemah adalah orang yang justru sepantasnya dikasihi.
Sebaliknya, korban buli sulit sekali bekerja sama dengan orang yang memiliki satu atau dua ciri-ciri pembuli di masa kanak-kanak. Ia sulit tunduk di bawah orang yang lebih dominan sebab ia selalu merasa terancam dan merasa tidak aman. Oleh karena tidak terlatih keterampilan perlindungan diri melawan, korban cenderung mengerut atau melarikan diri. Mungkin Anda pernah mengetahui bahwa orang yang pernah dibuli di masa kanak-kanak hingga remaja sifatnya seolah-olah ingin disakiti? Ya, hal ini terjadi karena keterampilan membela diri (melawan) tidak mendapatkan kesempatan berkembang. Sebagai contoh, saya pernah dituduh melakukan kesalahan yang tidak saya lakukan oleh salah seorang atasan, karena tidak terampil membela diri, saya diam saja. Sesudahnya saya merasa sangat menyesali kelemahan diri dan mengundurkan diri (flight).
Belajar NLP dan Hypnotherapy ternyata adalah solusi yang mumpuni. Sedikit demi sedikit saya berhasil membersihkan kerak-kerak dalam jiwa saya. Saya dapat memaafkan orang yang melakukan kekerasan terhadap saya walaupun saya memilih untuk tidak melupakannya. Saya mampu menunjukkan kasih sayang dan semua gangguan kesehatan seperti tersebut di atas lenyap.
Ingatlah pula bahwa buli tidak selamanya perlakuan yang mendera fisik, kata-kata dan sikap justru lebih membekas dalam jiwa muda kita. Sebagai contoh seorang ibu memberi hukuman berupa berdiri diam di pojok kamar selama 10 menit karena mencuri uang ayah. Dengan tegas ibu tersebut menjelaskan kalau perbuatan mencuri itu perbuatan buruk. Waktu kecil mencuri kecil-kecilan setelah dewasa menjadi pencuri benaran karena perbuatan buruk bisa menjadi kebiasaan mendarahdaging. Di samping itu mencuri juga merugikan orang lain. Sang ibu lalu memerintahkan anaknya untuk merenungkan kesalahannya dan memutuskan tidak akan mengulanginya. Ini adalah tindakan pendidikan dan pengajaran positif. Berbeda dengan yang sering saya saksikan di waktu kecil, anak yang mencuri uang tersebut diikat dan dipukul dengan sapi lidi sambil dimaki-maki dengan kata-kata yang merendah harkat dan martabat kemanusiaannya. Tidak heran bila orang ini tumbuh menjadi manusia pendendam, pembuli dan sering melakukan perbuatan-perbuatan yang merendahkan dirinya. Sedangkan saya yang masih sangat dini untuk memahami turut dibuli. Setiap kali teringat peristiwa-peristiwa penyiksaan tersebut, saya merasa tidak berdaya, tidak layak, dan tidak berusaha membela pihak yang tertindas.
Kata-kata yang diucapkan figur signifikan (orang dewasa dalam kehidupan kanak-kanak kita) seperti: "Bodoh!"
"Anak tak berguna, pembawa sial, aku muak melihatmu!"
"Kau kira kau ini siapa?!"
"Keturunan orang tak berguna seperti ayahmu!" dan sejenisnya menyebabkan orang tumbuh menjadi pribadi kurang percaya diri atau tidak dapat menghargai diri sendiri. Tentu saja orang yang tidak menghargai diri sendiri tidak mungkin menghargai orang lain.
Jika Anda adalah korban buli, Anda harus mengakuinya, menyadari akibatnya dan belajar menerima kenyataan tersebut. Jangan biarkan masa lalu membelengu kaki Anda. Sadarilah bahwa rantai yang mengikat kaki Anda sudah berkarat, kecil, lemah dan dapat dengan mudah diputus lalu dibuang.
Comments
Post a Comment